BAGAIMANA ANDA CERDAS
DALAM MENGELOLA UANG
(How to Manage Your
Money)
I. Isi Ringkasan Buku
1.1. Apakah Kekayaan itu?[1]
Jika
berbicara mengenai kekayaan, mungkin kita menggambarkanbenda-benda mewah, kapal
pesiar, rumah mewah, mobil import, emas dan berlian, semua hal yang menyangkut
hal materi. Namun, sekarang ini sering sekali kekayaan diekspresikan dalam
bentuk tidak berwujud. Misalnya kekayaan seseorang diukur dengan satuan dollar.
Hal ini tampaknya tidak mempunyai nilai yang objektif. Kemudian, kekayaan juga
berhubungan dengan kemampuan kreatif kita: nilai yang orang berikan kepada
performa kita, misalnya atlit professional. Lalu juga kemampuan dalam meminkam,
kepercayaan prang terhadap kita. Jadi, kekayaan menjadi faktor dalam identitas
kita, nilai Anda yang dipersepsikan orang, dan seberapa jauh kita layak
dipercaya.
Dulu,
peluang untuk menjadi kaya itu terbatas. Tetapi, di masa kita telah terjadi
perbedaan yang luarbiasa dalam cara kekayaan yang bisa diakumulasikan.Namun
kita sering bekerja keras dan kita melewatkan banyak hal. Mengapa sulit sekali
bagi kita kalau sukses dan tampaknya lebih mudah bagi orang lain? Kalau
demikian, bagaimana kita sebagai orang Kristen harus memberikan pandangan
terhadap hal ini. Kalau kekayaan semata itu mendatangkan kebahagiaan,
seharusnya orang yang paling kaya lah yang paling bahagia. Namun yang sering
terjadi adalah hal yang sebaliknya. Allah sebenarnya peduli terhadap sikap kita
tentang uang namun bukan uang yang memberikan pengaruh kepada hubungan kita
dengan Allah. Hanya jatuh pada sikap kita yang menjadi poin utama. Sebagai umat
Kristiani, kita harus belajar percaya kepada Allah dalam segala keadaan dan
percaya bahwa Ia mengasihi kita dan bahwa Ia akan memberi kita apa yang sanggup
kita tangani tanpa menjadi tergoda melampaui apa yang sanggup kita tanggung.
Kekayaan
itu tidaklah moral atau tidak bermoral. Bukanlah rancangan Allah bagi umatNya
untuk hidup dalam kemiskinan. Allah menentang penyalah-gunaan atau keterfokusan
kepada kekayaan bukan menentang kekayaan itu sendiri. Sesungguhnya, Roma 12
menyebut karunia memberi sebagai karunia rohani. Mampu mengembangkan
sumber-sumber daya dan menghasilkan secara keuangan itu terimplikasikan dalam
menggunakan karunia ini. “Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu
tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang
terhadap yang lain.Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan
menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita … Siapa yang
membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas” (Roma
12:5-6,8).
1.2. Kehendak Allah dalam Keuangan[2]
Dalam
kitab Kejadian, Alkitab mengemukakan suatu pandangan tentang dunia materi: Itu
semua kepunyaan Allah. Taman Firdaus pun kepunyaan Allah; Adam dan Hawa hanya
merawat saja. Jadi sebagai umat Kristen, kita harus sadar banya posisi kita di
dunia ini hanya sebagai pengurus dan pengelola sumber-sumber daya Allah menurut
petunjuk-Nya. Kalau kita taat maka Ia akan mempercayakan lebih banyak lagi
properti-Nya kepada kita. Tetapi apakah kita dipercayakan ketika kita bersikap
sebagai pemilik? Kita harus mengakui kepemilikan total Allah, kita bisa
mengalami mukjizat Allah dan petunjuk yang bijaksana dalam segala
tanggungjawab, termasuk manajemen keuangan. Demikianlah kehendak Allah dalam
keuangan yang harus kita laksanakan. Seperti yang tertulis dalam Matius
25:14-30 yang berbicara tentang Talenta, yang intinya bahwa kita diberikan
talenta agar kita mempergunakannya dengan baik. Kita hanya sebagai pengurus dan
kelak Allah akan meminta kembali apa yang telah diberikannya.
Kalau
demikian, bagaimana sebenarnya Allah menggunakan keuangan? Memang kalau kita
pahami seringkali Allah menggunakan uang dalam kehidupan kita sebagai sarana
petunjuk, sebab itulah suatu bidang dimana kebanyakan orang sensitif dan
rentan. Kita sering tergoda oleh kekayaan dan memilih jalan kita sendiri tanpa
petunjuk dari Allah. Artinya kita sering memprioritaskan kehendak kita sendiri
dari pada kehendak Allah. Apa yang harus kita lakukan? Jawabannya sudah jelas.
Kita harus berserah kepadaNya, karena ketika kita tidak berserah itu sama
artinya dengan memutuskan bahwa hikmat kita lebih unggul dari pada hikmatNya.
1.3. Bahaya Uang[3]
Allah
menggunakan kekayaan untuk mengarahkan kehidupan kita, ternyata Iblis juga
menggunakannya untuk membelenggu kita dan membuat kita menyimpang. Bahaya uang
yang kita hadapi adalah masalah perbudakan. Hingga pada saat ini, perbudakan
keuangan juga berarti perbudakan fisik. Setiap tahun jutaan pernikahan hancur
gara-gara kekuatiran keuangan yang diakibatkan oleh tekanan keuangan berupa
utang. Di dalam Perjanjian Baru, Allah juga menunjukkan bahwa ekspektasiNya
agar kita menolong orang yang miskin. Tetapi biasanya kita kuatir akan
kekurangan uang. Sikap kita adalah kuncinya.
Bentuk
Perbudakan akan uang yaitu:
1.
Tunggakan
2.
Kekuatiran
soal Investasi
3.
Sikap
ingin cepat kaya
4.
Kemalasan
5.
Sikap
penuh penyesatan
6.
Ketamakan
7.
Sikap
mengingini
1.4. Keterbebasan dari Perbudakan[4]
Tidak
ada jaminan bahwa kehidupan Kristiani akan bebas masalah keuanganl toh kita
manusia tetap memiliki kesalahan. Tetapi jika Allah yang memegang kendali atas
keangan kita, maka kehidupan kita bisa terkendali. Umat Kristiani yang mencari
yang terbaik dari Allah dalam kehidupan mereka harus bersedia tunduk kepada
kehendak dan petunjukkNya. Ada beberapa langkah dasar untuk meraih rencana
Allah:
Langkah
1 : Alihkanlah
Kepemilikan Kepada Allah
Langkah
2 : Ke
Luar lah dari Utang
Langkah
3 : Terimalah
Pemenuhna Kebutuhan dari Allah
Langkah
4 : Janganlah
Cepat-Cepat mengambil Keputusan
Langkah
5 : Raihlah
kesempurnaan dalam Bekerja
Langkah
6 : Pengakuan-Restitusi
Langkah
7 : Kecukupan
Diri
Langkah
8 : Seimbangkanlah
Komitmen
Langkah
9 : Korbankanlah
Hasrat
1.5 Perencanaan Keuangan Menurut Cara Allah I[5]
Apakah
kita sebagai umat Kristen seharusnya membuat rencana? Bukankah seharusnya kita
bergantung sepenuhnya kepada Allah? Jawabnya memang ya, namun itu tidak berarti
kita hanya duduk santai saja dirumah, menantikan berkat Allah datang sendiri.
Dalam Alkitab, setiap pemimpin membuat rencana dan menindaklanjutinya demi
kemuliaan Allah. Perencanaan itu unsur penting bagi sukses dalam program
keuangan. Allah adalah pemenuhan kebutuhan yang teratur. Dalam sebuah
perencanaan, ada 3 unsur penting, yaitu hikmat, kepandaian dan pengertian
(Amsal 24:3-4). Langkah pertama adalah merencanakan untuk menilai masalahnya
dengan benar, jangan bersifat terlalu umum, jangan mencoba mengembangkan
rencana-rencana yang tidak fleksibel. Dan ingatlah bahwa kehidupan orang
Kristen itu tidak seluruhnya damai dan sukacita. Agar rencana anda berhasil,
hikmat Allah harus ditimbang sebelum mengambil keputusan.
Perencanaan
dapat dijabarkan menjadi dua bidang dasar, yaitu perencanaan jangka pendek dan
perencanaan jangka panjang. Semua orang perlu membuat rencana jangka pendek.
Tidak membuatnya tidaklah menghilangkannya; itu hanya menciptakan kecemasan,
amarah ,dan frustasi. Rumah tangga Kristiani hendaknya dicirikan oleh
keteraturan dan kesempurnaan. Keduanya tidak mungkin tanpa komunukasi yang baik
dan perencanaan yang baik.
Enam
langkah menuju rencana jangka pendek:
1.
Buatlah
rencana dan sasaran tertulis.
Sasaran tertulis itu
membantu dengan memberikan standart-standart yang kelihatan, objektif, dan
terukur sebagai patokan kerja. Dalam bidang keuangan, rencana ini disebut
anggaran.
2.
Berkomitmenlah
untuk bagian Allah dulu.
Walaupun prinsip ini dikembangkan lebih
sempurna dalam soal berbagi, ini juga unsur yang sangat penting dalam
perencanaan keuangan yang manapun.
3.
Kendalikanlah
atau hapuskanlah penggunaan kredit.
Kredit itu tidak terkendali. Utang itu
sama dengan perbudakan dan merupakan penghancur pernikahan dalam keluarga nomor
satu sekarang ini.
4.
Belajarlah
mencukupkan diri.
Banyak keluarga yang menyangka bahwa
meraih penghasilan ekstra, seperti dengan istri yang juga bekerja adalah cara
terbaik dan termudah untuk keluar dari kesulitan keuangan. Kebanyakan masalah
itu disebabkan oleh belanja yang berlebihan, bukannya penghasilan yang tidak
cukup. Malah penghasilan yang lebih besar justru memperparah situasinya.
Ø Kurangilah biaya. Tetapi
kalau sasaran anda memang damai sejahtera Allah, itu layak diupayakan.
Ø Berdoalah dulu dan beri
peluang bagi Allah. Sebelum membeli, kalau pembelian itu memang kehendak Allah,
ia mungkin menyatakan diri-Nya dalam keuangan kita dengan menyediakan
sumber-sumber yang sama sekali tidak kita duga.
5.
Tetapkanlah
sasaran-sasaran yang disediakan Allah bagi kita.
Kalau anda biarkan orang lain yang
menetapkan prioritas, rencana, dan sasaran anda, anda akan frustasi dan tidak
bahagia. Allah mempunyai rencana bagi kehidupan anda. Ikutilah rencanaNya,
bukan rencana sesama anda (Yeremia 29:11).
6.
Carilah
nasihat Kristiani yang baik.
Agar mendapatkan bantuan, kita harus
bersedia memintanya. Banyak umat Kristiani bersedia menolong sesamanya, tetapi
tidak pernah mau meminta tolong. Itu disebut keangkuhan. Kita masing-masing
membutuhkan nasihat. Banyak orang yang tidak mau mencari nasihat karena mereka
tidak mau mengakui bahwa mereka mempunyai masalah (Amsal 19:20). Seringkali
nasihat baik yang tersedia adalah pasangan yang kudus. Dalam suatu pernikahan,
masing-masing pasangan membawa separuh aset. Untuk meraih keseimbangan yang
baik dalam bidang keuangan, keduanya harus berpartisipasi. Ada perbedaan antara
opini dan nasihat. Semua orang mempunyai opini, tetapi tidak semua orang memenuhi
syarat untuk memberi nasihat (Titus 1:7-9).
1.6. Perencanaan keuangan menurut cara Allah II[6]
Sasaran-sasaran
jangka panjang adalah gabungan sasaran-sasaran jangka pendek yang saling
mendukung. Dikatakan bahwa orang lebih banyak menghabiskan waktu merencanakan
liburannya dimusim panas daripada merencanakan pensiun atau pendidikan
anak-anaknya. Maksud perencanaan keuangan adalah memenuhi sasaran-sasaran yang spesifik. Sasaran/rencana ini mencegah
kecenderungan ini untuk menimbun, sehingga kalau kita diberkati dengan
kelebihan, kita akan menggunakannya demi kemuliaan Allah dan bukan demi jaminan
kita sendiri.
Perencanaan
keuangan jangka panjang menururt cara Allah, akan memenuhi kebutuhan, tetapi
bukan melindungi. Tiga langkah untuk menetapkan sasaran-sasaran jangka panjang:
1.
Rencana
yang tertulis itulah yang paling baik.
Sebelum bertindak, buat dulu anggaran
biaya/perencanaan agar hasil yang dituju tercapai dengan baik (Lukas 14:28).
2.
Tetapkanlah
sasaran-sasaran keuangan maksimal.
Seringkali, kita mendapatkan uang
mengerjakan apa yang kita senangi. Motifnya berubah menjadi mengakumulasikan
uang lebih banyak demi jaminan. Kuncinya adalah menetapkan sasaran-sasaran anda
sebelum mendapatkan uang dengan keuangan maksimal yang masuk akal, tidak akan
membiarkan pengakumulasian yang berlebihan. Allah memberkati mereka yang tidak
beranggapan bahwa apa yang mereka punyai itu adalah punya mereka sendiri (Lukas
8:18).
3.
Tetapkanlah
rencana keluarga jangka panjang.
Sasaran-sasaran keluarga itu sangat
mendasar bagi kesuksesan dimasa yang akan datang. Kalau sasaran-sasaran itu
dicapai menurut prinsip-prinsip Allah, upayanya akan diteruskan dari orangtua
kepada anak-anak. Keseluruhan anggota keluarga dijadikan bagian dari rencana
berbagi menurut cara Allah. Suami istri hendaknya membahas berdua lalu dengan
anak-anaknya.
1.7. Motif-motif untuk mengakumulasikan
kekayaan[7]
Pengakumulasian
mengacu kepada mendapatkan, menggunakan, dan membelanjakan uang. Uang bisa
menghasilkan kenyamanan dan keleluasaan dan bisa memberikan sumber-sumber daya
untuk menyebarkan injil Kristus. Tetapi uang juga bisa menuntun kepada sikap
mengingini dan menyembah berhala. Cinta uang bisa menghancurkan pernikahan,
memisahkan keluarga, merusak anak-anak, dan melahirkan ketidakjujuran. Bersama
dengan kemampuan mendapatkan uang, datanglah tanggung jawab untuk membagikan
dengan oranglain yang kekurangan.
Mengapa orang mau
mengakumulasikan uang
1.
Ada
yang karena dinasehati demikian
Hendaknya kita mencari nasehat yang
bijaksana, tetapi kita harus belajar memahami perbedaan antara opini dan
nasehat. Tidak ada orang yang bisa mengambilkan keputusan-keputusan bagi kita;
keputusan-keputusan final itu adalah tanggung jawab kita sendiri.
2.
Ada
yang mengakumulasikan karena iri
Iri diidentifikasikan sebagai sikap
mengingini atau ketamakan. Iri juga dikenal sebagai tekanan sosial atau tekanan
sesama.
3.
Ada
yang menganggap pengakumulasian uang itu permainan
Uang itu tidaklah baik atau buruk,
bermoral atau tidak bermoral. Penggunaan uang itulah yang akan berpengaruh kekal.
Dalam “permainan” menurut Allah, kalau anda kompromikan aturan-aturan-Nya, anda
kalah.
4.
Ada
yang mengakumulasikan demi harga diri
Motif ini khususnya sangat merusak, sebab
masyarakat mempromosikan kelemahan ini. Kita suka menerima penghormatan dan pengakuan
atas apa yang kita capai. Pengakumulasian benda-benda materi memuaskan ego.
Mereka tidak pernah memberi kecuali itu diakui dan tidak pernah berbagi kecuali
untuk mempromosikan diri.
5.
Ada
yang mengakumulasikan uang sebab mereka cinta uang
Mereka yang menimbun dan menyimpan uang
karena mencintainya biasanya tidak mau berpisah darinya bahkan demi diakui atau
harga diri pun. Kehidupan mereka biasanya dicerminkan dengan kekikiran. Mereka
mungkin telah mengakumulasikan ribuan bahkan jutaan dolar, tetapi kehilanga
sedikit saja sudah membuat mereka trauma.
6.
Ada
yang mengakumulasikan uang demi perlindungan
Banyak orang mengakumulasikan kekayaan
demi perlindungan. Jelas mereka tidak percaya bahwa Allah bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka, maka mereka menimbunnya karena takut.
7.
Ada
yang mengakumulasikan untuk memberikan karunia rohani
Hanya ada satu alasan Allah membiarkan
kita mempunyai kelebihan diatas kebutuhan kita sendiri, yaitu untuk
memungkinkan kita untuk memberi. Kekayaan sejati datang dari karunia memberi.
Dalam banyak hal, tanggung jawab sebagai orang kaya itu lebih besar daripada
orang miskin.
1.8. Berapa banyakkah dianggap cukup?[8]
Masing-masing
orang terlibat dalam mendapat, membelanjakan, menabung dan membagi kekayaan
yang disediakan Allah. Tetapi berapa banyakkah yang seharusnya masuk akal,
diakumulasikan untuk masing-masing kategori itu?
a. Berapa banyakkah dianggap cukup untuk
pemenuhan kebutuhan yang sekarang?
Tidak ada dua keluarga
yang mempunyai sasaran-sasaran yang sama dalam kehendak Allah atau standar
hidup yang sama. Orang yang tidak memberikan nafkah bagi keluarganya
jelas-jelas berada diluar rencana Allah. Mereka yang menimbun dan hidup
foya-foya juga berada diluar rencana Allah.
b. Berapa banyakkah dianggap cukup untuk investasi?
Kalau bagian dari
pelayanan anda adalah kemampuan mendapatkan uang dan memberikannya, anda perlu
cadangan investasi. Allah mampu menggunakan uang-Nya dalam pelayanan-Nya
sekarang ini. Banyak investor akan kecewa ketika menyimpan uang Tuhan selama
bertahun-tahun dan tidak pernah memanfaatkan peluang untuk berbagi demi
karya-Nya, mereka berdiri dihadapan Tuhan dengan tangan kosong. Ketika kita
berinvestasi denga sikap yang keliru, investasi yang sama bisa menjadi sumber ketamakan, ego, dan kerugian.
c. Berapa banyakkah dianggap cukup untuk pensiun?
Banyak orang menganggap
mereka akan membutuhkan uang lebih banyak setelah pensiun daripada mereka masih
berkarir. Itu tidak benar. Begitu kita tetapkan pola hidup yang kudus seumur
hidup kita, seharusnya itu tidak berubah setelah kita pensiun, kecuali
berkurang dalam beberapa hal. Sesungguhnya pensiun yang kita kenal itu relatif
merupakan inovasi baru. Rencana-rencana anda hendaknya sesuai dengan maksud
Allah bagi kehidupan anda, terlepas dari usia.
d. Berapa banyakkah dianggap cukup untuk warisan?
Umat Kristiani yang
tidak mempertimbangkan konsekuensi uang dalam jumlah besar ditangan
anggota-anggota keluarga yang tidak matang atau tidak bertanggungjawab
seringkali meninggalkan aset dan asuransi dalam jumlah besar bagi mereka. Kita
adalah pelindung keluarga kita. Kita pupuk dan kita beri mereka nafkah, tetapi
kalau kita berupaya melindungi mereka dari pengujian serta pembangunan karakter
yang akan menjaddikan mereka matang didalam Kristus, kita justru menghambat
mereka.
1.9. Berbagi menurut rencana Allah[9]
Rencana
Allah untuk berbagi mencakup persepuluhan, ketaatan, kelimpahan dan
pengorbanan. Persepuluhan sedari dulu meupakan kesaksian lahiriah dari sikap
hati. Namun, persepuluhan tersebut sering kali salah dimengerti. Persepuluhan sering kali dianggap sebagai
aturan yang hanya berlaku bagi Yahudi Perjanjian Lama. Persepuluhan tersebut
merupakan kesaksian tentang kepemilikan Allah. Persepuluhan tersebut merupakan ungkapan rasa syukur yang diberikan oleh Allah
kepada manusia sebagaimana dalam Perjanjian Lama ditunjukkan oleh Abraham yang
memberikan sepersepuluh dari yang dia punya karna dia telah diberkati (Kejadian
14 : 18-20). Perjanjian baru juga mengatakan bahwa perlunya memberikan
persepuluhan tetapi Yesus juga menegaskan bahwa tidak perlu memberikan
persepuluh dengan cara legalistik. Ini terlihat dalam 2 Kor 9: 6 (Camkanlah
ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang
menabur banyak, akan menuai banyak juga.). Perjanjian baru menegaskan bahwa
prinsip dalam memberikan persepuluhan tersebut terlihat dalam Roma 11:35 (Atau
siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus
menggantikannya?). Persepuluhan ini juga pada ujungnya diberikan karena takut
(takjub, hormat) akan Tuhan sebab Allah memberi kita hikmat-Nya.
Di
dalam memberi persembahan melampaui persepuluhan ini menunjukkan tiga hal yang
sering dilakukan yaitu berbagi dalam ketaatan, berbagi dalam kelimpahan,
berkorban demi berbagi. Berbagi dalam ketaatan membuka kerelaan yang lebih
tinggi. Sebab kebutuhan dengan tanggung jawab kita untuk memenuhinya kalau
boleh seimbang. Memberi ini merupakan bukti ketaatan diperjelas dalam Matius 25
:34-36 dan memberi adalah bukti dari kasih diperjelas dalam 1 Yoh 3 : 18-19.
Berbagi dalam kelimpahan mempunyai arti bahwa kita mempunyai banyak dan memilih
berbagi daripada menyimpan. Hal ini juga diperjelas dalam 2 Kor 8:12-14 yang
menjelaskan bahwa perlunya keseimbangan antara kita dengan orang lain.
Berkorban demi berbagi ini menuntut kita untuk memberi demi menyebarkan Injil
dan kita tidak melewatkan berkat terbesar dalam kehidupan ini yang
diperlihatkan dalam Ibrani 13:16.
1.10. Memutuskan siapa yang layak dibantu[10]
Ketika
hendak membantu sebaiknya kita juga harus memikirkan siapa saja yang perlu kita
bantu. Kita harus memberi demi saudara-saudara yang memberikan pelayanan dengan
cara yang berkenan bagi Allah. Sebab ada juga orang yang tidak layak untuk
tidak dibantu karna Allah mungkin juga menggunakan kesulitan materi untuk
mengarahkan seseorang yang mungkin
sesuatau yang bisa mendekatkannya kepada Dia atau menguatkan kehidupan
rohaninya dan ada orang yang terkadang hanya untuk memuaskan keinginannya
sendiri. Allah juga mengingatkan semua umatNya untuk bekerja (2 Tesalonika 3
:10-11). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kesaksian terburuk yang mungkin
kita berikan kepada dunia adalah mengabaikan kebutuhan mereka yang anggota
tubuh Kristus. Allah juga akan menuntut kita untuk berbago (1 Yoh 3:17-18).
Kita juga harus juga memberi demi kebutuhan sesama orang percaya. Dengan itu
kita diajak untuk memikirkan kembali sebelum mengusir “orang-orang jalanan”
sebagimana yang tertulis dalam Matius 25:44-45 (Lalu mereka pun akan menjawab
Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau
sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami
tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari
yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku). Kitajuga harus
memberi demi kebutuhan orang miskin bak
yang sudah maupun belum diselamatkan. Allah juga memberikan dua janji ketika
kita sudah mulai berbagi dengan orang laian yang terdapat dalam Amsal 28:27
yaitu orang yang memberi kepada orang miskin tidak akan berkekurangan dan orang
yang mengabaikan kebutuhan sesamanya akan dikutuk.
1.11. Mengambil
keputusan-keputusan keuangan menurut cara Allah[11]
Di dalam menerapkan
rencana keuangan menurut Allah, kita harus melakukan beberapa hal yaitu ;
1.
Akuilah
kepemilikan-Nya setiap hari
Kita harus memastikan agar keputusan-keputuan
kita setiap harinya diserahkan kepada Allah sebagimana yang tertulis dalam
Amsal 3:4-6 (maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan
Allah serta manusia.Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan
janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri).
2.
Terimalah
petunjuk Allah
Kita sebaiknya menerima petunjuk Allah karena
Allah berjanji akan memenuhi segala kebutuhan kita bahkan lebih baik daripada
kita memenuhi kebutuhan keluarga kita sebagaiman yang tertulis dalam Matius
7:11.
3.
Berikanlah
kesaksian secara lahiriah tentang kepemilikan allah yang kita imani
Kita harus mempunyai komitmen rohani untuk memberi
agar kita dapat bernafas lega secara keuangan sebagaimana yang tertulis dalam
Lukas 6:38.
Untuk menerapkan hikamat
Allah dalam mengelola uang kita perlu menerapkan sepuluh prinsip berikut yaitu
:
1. Hindarilah spekulasi
yang gegabah
2. Pastikanlah keuangan
anda lancar
3. Janganlah berutang untuk
melaksanakan karya Allah
4. Kalau ragu, daripada
meminjam, berikanlah demi kebutuhan sesama
5. Janganlah turut
menandatangani perjanjian utang
6. Evaluasikanlah pembelian
berdasarkan kebutuhan, keinginan, hasrat
7. Jangan pernah gegabah
mengambil keputusan keuangan
8. Kalau anda tidak merasa
damai sejahtera, jangan beli
9. Suami istri seharusnya
sependapat
1.12. Tantangannya
akhir pembayaran[12]
Di dalam menangani
keuangan menurut cara Allah kita dituntut untuk bertanggung jawab. Ada beberapa
hala yang dituntut dilakukan agar kita dapat bertanggung jawab terhadap
keuangan kita baik yang sudah menikah maupun menikah yaitu :
1. Jadilah seoarng pengurus
(Luk 6:10)
2. Berilah setidaaknya
persepuluhan (Ams 3:9)
3. Susunlah anggaran (Ams
27:23-24)
4. Lunasilah utang konsumen
(Ams 22:7)
5. Jadilah bebas dari utang
(Ams 10:22)
6. Latihlah anak-anak anda
(Ams 1:8)
7. Ajarilah sesama (2 Tim
2:2)
Di dalam mengelola keuangan sebaiknya
lebih dulu mendoakan unag tersebut sebelum digunakan.
II. Tanggapan
Pada bagian ini kami akan memberikan
tanggapan mengenai subjudul yang begitu menarik antara kekayaan dan juga bahaya
uang. Kami melihat hal ini yang sangat penting dan paling berpengaruh dalam
kehidupan. Namun, kami tidak akan banyak membahas mengenai studi Alkitabiah seperti yang sudah dipaparkan oleh Larry
Burkett tetapi akan melihat dari segi studi sosial, bagaimana sebenarnya
realitas pengelolaan yang terjadi dalam kalangan Kristen terutama gereja yang
banyak sekali disoroti sekarang.
2.1. Apakah Kekayaan itu?
Kekayaan
adalah sebuah terminologi yang memiliki banyak pengertian. Menurut kamus Oxford
Advanced Learner’s dictionary, Kekayaan (wealth) adalah sebuah jumlah yang
besar dari uang, properti dan lainnya; keadaan menjadi kaya.[13]
Sedangkan dalam bahasa Yunani diterjemahkanplou/toj yang juga
diartikan sebagai berkelimpahan, atau berkat kekayaan. Demikianlah makna
kekayaan jika dikaji secara lexical. Setelah membaca buku Larry Buckett, kami melihat
kebenaran bahwa dewasa ini begitu banyak manusia yang ingin mencari kekayaan
dunia. Mereka tidak lagi mementingkan kehidupan rohaninya. Demi kekayaan yang
mereka capai, mereka menggunakan segala cara untuk mendapatkan. Hal ini yang
terjadi dalam kehidupan orang termasuk juga kita orang-orang Kristen yang
sering melupakan maksud Allah. Mengenai jiwa kehidupan orang Kristen juga
dilontarkan dalam khotbah Ephorus HKBP Pdt. Dr. P.W.T Simanjuntak sebagai
berikut:
“Semakin
bergejolak tampaknya hasrat materialisme untuk mempengaruhi hati manusia yaitu
keinginan yang ingin mencintai dan memuja uang dan harta. Banyak dibentuk
pemikiran-pemikiran dan usaha bagaimana agar semanya itu menjadi harta dan
uang, bagaimana mencari jalan yang cepat untuk mencarinya yang sampai merajai
hati dan pikiran manusia. Belakangan ini banyaknya yang mencari kesenangan yang
kemudian menguasai hati dan pikiran manusia. Terlebih memperbaiki kehidupan
manusia sehingga lupa memperhatikan apa yang penting untuk kehidupan
spiritualnya. Jika tidak seimbang pembangunan fisik dan pembangunan spiritual
mudahnya orang tergoda dan terjatuh dalam hal materialisme. Tetapi seharusnya
setiap orang, keluarga dan bangsa bersungguh-sungguh meningkatkan pembangunan
mental spiritual.”[14]
Dari
sini kita melihat bahwa sebenarnya kekayaan sangat mempengaruhi pembangunan
iman dan pembangunan spiritual dari pada setiap orang di dunia. Demikian juga
kita sebagai orang Kristen tidak juga terlepas dari masalah kekayaan atau
perebutan uang dalam kehidupannya.
Dalam
konteks masalah manajemen keuangan, kami melihat bagaimana pentingnya orang
Kristen bisa mengelola uang. Karena persekutuan orang Kristen adalah gereja,
maka akan ada kesinambungan bagaimana orang-orang Kristen mengelola keuangan
dalam gereja. Sebab pada umumnya, permasalahan yang timbul dari pada suatu
“organisasi” berawal dari masalah kekayaan atau pengejaran akan keuntungan.
Jika menurut Larry Burkett bahwa pengelolaan uang orang Kristen harus
berlandaskan pada alkitabiah, maka apa sebenarnya yang menjadi rahasia
kegagalan kebanyakan orang Kristen gagal dalam pengelolaan uang? Apakah kita
puas hanya dengan jawaban “sikap kita saja yang mempengaruhinya.”? Jika ya,
maka semua masalah keuangan di dunia terselesaikan.
Buku
ini hanya menjawab masalah dari sudut pandang orang pertama yang menekankan
proses pengendalian diri dan manajemen diri sendiri, tetapi jika kita melihat
secara luas, bahwa pada dasarnya pribadi adalah bagian dari pada masyarakat
yang majemuk, tentu keberhasilan kita juga dipengaruhi masyarakat. Kalau kita
hanya memandang dari segi alkitabiah memang semuanya kelihatan begitu indah,
tetapi tidak semudah untuk melakukannya. Inilah yang menjadi tantangan bagi
orang Kristen dalam gereja sekarang ini.
Gereja
harus mampu mengatur keuangannya sendiri agar jemaat dapat bertumbuh. Kegagalan
gereja sendiri sering terjadi dari masalah internalnya. John B. Pasaribu dalam
bukunya juga melihat bahwa pada kesempatan lain gereja juga yang sudah memasuki
manajemen kepedulian dan sesudah didalamnya mulai melihat dan tergiur bahwa
kegiatan duniawi sangat menarik dan menggiurkan, lalu mencari segala upaya
untuk meraih dan menikmatinya. Dua hal yang menyebabkan pelayan Tuhan baik
pendeta maupun lainnya terperosok dalam dosa, walaupun yang bersangkutan tidak
pernah mengakui dosa itu. Seperti uang atau kekayaan dan moral/dunia maksiat.
Ada yang terobsesi mencari uang dan kekayaan dan ada juga yang memanfaatkan
keadaannya sebagai hamba Tuhan untuk melakukan tindakan amoral dan memasuki
maksiat dunia sekalian. Pelayan firman harus memiliki kekudusan sendiri, yang
menjadi ciri khasnya. Keberadaan mereka ditengah masyarakat luas perlu memiliki
identitas dan mempertahankan kekudusan itu.[15]
Lalu
bagaimana gereja menjawab masalah internal ini, jika para pelayan Tuhan yang
dianggap kudus melakukan demikian, bagaimana dengan jemaatnya? Berarti dalam
Gereja butuh kepemimpinan yang sejati dalam pengelolaan jemaatnya baik dari
segi keimanan dan juga segi pembangunan jemaat. Jadi intinya, gereja memang
butuh pemimpin yang sejati dalam pengolalaan gereja. Pemimpin yang teliti dan
ulet dalam pelayanannya. Radesman memberikan gambaran terhadap Kepemimpinan
Kristiani bahwa motivasi dan sasaran kepemimpinannya harus dilandaskan oleh
aspek-aspek iman Kristen yang bisa membantu memberikan dukungan kepada tugas
kepemimpinnya.[16]
Setidaknya sasarannya adalah Kehendak Allah dalam komunitas kerja, dan Ciri
komunitas yang mendukung kehendak Allah.
Haryono
Somarso melihat bahwa kelemahan atau titik lemah yang ada pada setiap
organisasi ada dalam Anggaran Keuangan. Anggaran Keuangan dibutuhkan antara
lain untuk pengetahuan tentang: Penyediaan dana baik untuk investasi maupun
operasional yang diharapkan tersedia dari penyandang dana; masuk keluarnya dana
dari hasil operasional yang ada kaitannya dengan modal usaha; kekayaan usaha,
apakah cukup dianggarkan dengan “kekuatan sendiri”, atau harus ada bantuan dari
perbankan atau lembaga keuangan lainnya.
Tanpa
suatu anggaran keuangan yang jelas dan transparan, maka usaha itu akan berjalan
dalam kegelapan. Kadang-kadang orang tidak bisa membedakan antara uang kas
ditangan dan uang yang masih berupa tagihan. Bisakah tagihan itu berpindah
menjadi uang kas di tangan? Tanpa anggaran keuangan yang baik dan bisa
dipercaya, maka akan benar-benar beroperasi dalam kegelapan.[17]Utang
yang terlalu besar juga dapat melumpuhkan pelayanan sebuah gereja. Memang
peminjaman uang secara bijaksana itu dapat menentang para anggota gereja untuk
beriman serta berkorban. Tetapi utang yang sulit dilunasi itu dapat
membayang-bayangi perjalanan jemaat bertahun-tahun lamanya. [18]Bukan
hanya keuangan gereja yang dibukukan, tetapi keuangan dalam rumah tangga juga,
artinya keuangan pribadi. Karena betapa sering pelayan berhutang karena uang
habis sebelum pertengahan bulan atau sebelum minggu terakhir. Memang sebagai
pelayan uang kita tidak banyak tetapi sistem manajemen keuangan pribadi itu
tetap harus dikerjakan dengan baik. Akhirnya, Jahenos menyimpulkan bahwa gereja
itu adalah persekutuan orang-orang yang diutus Tuhan, sebab itu perlu diadakan
pengorganisasian yang baik agar memberikan pengaruh kepada masyarakat.[19]
Masalah-masalah
inilah yang menjadi kelemahan dalam pengelolaan uang yang terdapat pada
kehidupan sosial kita. Makanya harus dipahami bahwa dalam pengelolaan uang yang
baik tidak hanya butuh pribadi yang spiritual tetapi juga komunitas yang
mendukung dalam proses pengelolaan yang benar.
2.3. Bahaya Uang
Masalah
keuangan merupakan masalah yang pelik dan halus. Perkara ini sering dan
dibicarakan dalam kehidupan kepemimpinan. Tetapi justru kegagalam hamba Tuhan
terletak pada ketidakmampuannya mengurus keuangan karena itu perlu mengurus
keuangan hamba Tuhan. Oleh karena iitu, perlu membuat pembukuan untuk mencatat
pemasukan dan pengeluaran. Ini penting untuk melatih diri untuk bertanggung
jawab terhadap keuangan. Dan setiap uang yang diterima gereja dari Tuhan harus
dipertanggung jawabkan kembali kepada-Nya. Dari belajar mempertanggung jawabkan
keuangan itu bermaksud untuk menjadi pemimpin di dalam gereja yang dapat
mempertanggung jawabkan keuangan yang dipercayakan oleh gereja kepada para
hamba Tuhan.
Dalam
pelayanan hamba Tuhan di dalam gereja sering ditemukan campur tangan dari istri
pelayan terhadap manajemen keuangan gereja. Hal ini tidak boleh terjadi karena
akan dapat menimbulkan kecurigaan dari jemaat. Karena belum tentu kita berbuat
salah atau kecurangan tetapi menimbulkan kecurigaan. Karena bila pelayan
mempunyai kekuasaan, istrinya ikut ambil bagian, mungkin saja orang berpikir
bahwa kekuasaan itu jadi wadah penyelewengan.
Mengapa
hal itu perlu kita bicarakan?Sebab pelayan kehilangan kepercayaan dalam
keuangan, itu berarti pelayan itu sudah gagal. Bahkan kegagalan total. Karena
itu mulailah membuat pembukuan pribadi dengan teratur sehingga pemasukan dan
pengeluaran dapat dilihat dan dipertanggung jawabkan dengan jelas. Karena
pembukaan keuangan gereja yang bertanggung jawab atau professional sering kali
kurang diperhatikan. Oleh karena itu, pelayan harus menjadi contoh dalam urusan
keuangan dalam rumah tangganya (bnd. Lukas 3:14 “Cukuplah dirimu dengan gajimu”
; Filipi 4:11 “Belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” ; Ibrani 13:5
“Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.”[20]
Tuhan
menyatakan bahwa uang memang merupakan alat penukar atau alat pembayaran atau
alat mendapatkan sesuatu. Namun diingatkan pula bahwa manusia jangan cinta atau
loba atau memburu uang atau menjadi hamba uang sebagaimana terlihat dalam
bagian Alkitab berikut ini
a.
Untuk
tertawa orang menghidangkan makanan, anggur meriangkan hidup dan uang memungkin
semuanya itu (Pengkotbah 10:19)
b.
Karena
akar segala kejahatan adalah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa
orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai
duka. Tetapi engkau manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan,
ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan (1 Timotius 6:10-11)
c.
Janganlah
kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
Karena Allah telah berfirman : “aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau
dan aku sekali-kali tidak akan meninggkan engkau (Ibrani 13:5).
d.
Siapa
yang mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan
tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun sia-sia. Dengan bertambahnya
harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan
pemiliknya selain daripada melihatnya? (Pengkotbah 5:9-10)[21]
2.3. Pengelolaan Uang
Bagaimana
orang miskin dapat mengelola uang sedangkan ia tidak memiliki uang? Pada
dasarnya orang miskin menjadi semakin
miskin karena tidak bisa mengelola dengan baik. Pengelolaan uang seharusnya
mengikuti filsafat ekonomi yaitu: pemasukan
harus lebih besar dari pada pengeluaran. Dengan demikian maka tidak akan
terjadi kemiskinan. Namun memang penyebab kemiskinan itu sendiri bukan terletak
pada masalah pengelolaan uang, tetapi justru pada pribadi yang “MALAS”.
Kesuksesan
orang dalam mengelola uang tidak terlihat dari hartanya saja tetapi bagaimana
seseorang itu memiliki jiwa diakonal. Aspek diakonal yang dimaksud adalah
bagaimana kita mengelola/menggunakan uang untuk tujuan pelayanan atau untuk
menolong. Jadi dengan aspek ini, kita disarankan untuk tidak mencari dan
menimbun harta untuk kepentingan kita pribadi, tetapi bagaimana harta kita juga
bisa menolong orang lain yang membutuhkan namun bukan dalam rangka pemberian
secara cuma-cuma. Jadi kita juga memotivasi orang miskin tersebut untuk tidak
hanya mengharapkan belas kasihan saja, tetapi ia juga berusaha untuk bekerja
dalam memperbaiki kehidupannya. Usaha diakonal ini bisa kita lihat dengan
adanya bentuk peminjaman uang tanpa bunga
baik pribadi maupun organisasi.
Dasar
teologi terhadap manajemen pengelolaan uang dapat kita ambil dari Mat. 7:12
yaitu Segala sesuatu yang kamu kehendaki
supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Nats
ini dimaksudkan bahwa pengelolaan uang yang seyogianya kita peroleh dari Allah
sendiri harus kita gunakan secara positif setidaknya lebih mendekatkan kita
kepada Tuhan Allah yang memberikan
berkat itu sendiri. Semakin banyak harta yang kita miliki hendaknya tidak
membuat kita semakin sombong, pelit, dan kikir dan bahkan melupakan Tuhan
sebagai sumber dari segalanya itu.
Pengelolaan
uang harus juga dilakukan secara missioner, artinya dengan menggunakan uang
sebagai media kita untuk membuat orang lain lebih percaya kepada Tuhan. Dengan
uang kita menjadikan uang itu sebagai sebuah cerminan kepada orang lain bahwa
sebenarnya uang itu berasal dari Tuhan. Dengan demikian, percaya kepada Tuhan
bukanlah membuat kita semakin miskin tetapi justru semakin kaya baik jasmani
dan rohani. Jadi dengan penggunaan uang kita juga mampu menyebarkan injil
kepada orang melalui kesuksesan dan kesaksian Tuhan yang telah bekerja
membangun keuangan kita.
Di
dalam pengelolaan uang bagi jemaat yang miskin, gereja juga perlu mengadakan
beberapa metode pendekatan agar mereka dapat mengetahui bahwa gereja turut
memperhatikan rakyat yang miskin. Metode pendekatan yang dilakukan yaitu dengan
metode persuasif, edukatif dan akomodatif.
·
Metode
persuasif yaitu melakukan pendekatan melalui penyuluhan-penyuluhan baik melalui
ceramah maupun berkomunikasi langsung dengan mereka karena ini akan membuat
jemaat yang miskin lebih tertarik di dalam mengelola uang yang lebih baik.
·
Metode
edukatif yaitu melakukan pendekatan dengan bersikap dan bertingkah laku seperti
pendidik, dengan sabar memberikan arahan dan membimbing mereka untuk
menggunakan uang dengan lebih baik.
·
Metode
akomodatif yaitu melakukan pendekatan dengan memberikan jalan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi oleh jemaat dalam penggunaan uang.[22]
III. Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan
·
Bukan
kelimpahan ataupun kekurangan kita akan uang itu yang mempengaruhi hubungan
kita dengan Dia, sikap kitalah yang mempengaruhinya.
·
Ketika
kita tidak berserah, itu sama artinya dengan memutuskan bahwa hikmat kita lebih
unggul daripada hikmat-Nya.
·
Uang
bukanlah menjadi suatu hal yang menentukan kehidupan kita, meskipun uang
membantu dalam meningkatkan kehidupan kita.
·
Dalam
memegang uang bukanlah kita yang mengendalikan, tetapi Allah menginginkan kita
untuk menggunakan uang sesuai dengan rencana-Nya.
·
Didalam
berbagi menurut rencana Allah mencakup kepada: persepuluhan, ketaatan,
kelimpahan, dan pengorbanan.
·
Kita
harus memberi demi saudara-saudara yang memberikan pelayanan dan demi kebutuhan
sesama orang percaya.
·
Dengan
menimbang setiap keputusan, menurut prinsip-prinsip Allah, keuangan bisa diatur
dengan baik.
3.2. Saran
Dari hasil bacaan dan
diskusi kami, kami menyarankan bahwa pada intinya dalam proses pengelolaan uang
hendaknyalah kita menyerahkan segala rencana kita kepada Allah yang mengetahui
dan memberikan setiap kebutuhan yang kita inginkan dan bahkan yang tidak kita
ingini. Kita sebagai seorang pelayan sebaiknya membuat pembukuan yang benar
tentang keuangan, sehingga tidak ada rasa curiga dari jemaat dan tidak
mengikutcampurkan urusan pribadi terhadap gereja. Sebaiknya di dalam mengelola
uang mengikuti rencana-Nya karena Allah mempunyai rencana baik bagi kehidupan
kita. Semuanya memang bertolak pada diri sendiri bagaimana kita berpaling
kepada Alkitab. Tetapi kita tidak boleh lepas dari pandangan sosial dan
pengaruh globalisasi, seperti menurut Darwin Lumbantobing, bahwa kita sebagai
orang Kristen harus mampu beradaptasi dan menyatakan kesaksian ditengah dunia
melalui kehidupan kita di tengah arus globalisasi, dan juga terutama bukan
hanya dalam pengelolaan uang tetapi juga pengelolaan hidup kita sebagai saksi
Kristus.[23]
[1]Larry
Burkett, Bagaimana Anda Cerdas dalam
Mengelola Uang: Sebuah Studi Alkitab Mendalam Tentang Pengaturan Keuangan Pribadi,
Interaksara, Batam : 2005, hlm. 9-13.
[2]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 21-25.
[3]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 33-44.
[4]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 53-60.
[5]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 67-75.
[6]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 79-89.
[7]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 95-102.
[8]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 107-116.
[9]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 123-132.
[10]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 139-148.
[11]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 153-165.
[12]Larry
Burkett, Op.Cit., hlm. 179-196.
[13]Hornby
AS, Oxford : Advanced Learner’s
Dictionary, Oxford University Press : 1995, hlm. 1348.
[14]
Lih.P.W.T Simanjuntak, “Jamita Tu Partangianan Bona Taon” dalam Lambas Gultom, Hamba yang Tidak Berguna, Gramedia,
Jakarta : 2010, hlm. 412.
[15]
Bnd.John B. Pasaribu, Manajemen
Kepedulian, Yayasan JBP, Jakarta: 2008, hlm. 35.
[16]Lih.Radesman
Sitanggang, Memimpin Sesuai Amanah:
Apakah Kepemimpinan Kristiani itu?, L-SAPA, Pematang Siantar: 2006, hlm.
96.
[17]Lih.Haryono
Soemarsono, Manajemen Plus, Lembaga
Literatur Baptis, Bandung: 2004, hlm. 56.
[18]Bnd.Warren.W.
Wiersbe dan Howard F. Sugden, Memimpin
Gereja secara Mantap, Lembaga Literatur Baptis, Bandung: 2003, hlm. 122.
[19]Lih.
Jahenos Saragih, Manajemen Kepemimpinan
gereja, Suara GKYE Peduli Bangsa, Jakarta:2008, hlm. 14.
[20]Bnd.
P. Octavianus, Manajemen dan
Kepemimpinan menurut Wahyu Allah, Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil
Indonesia, Malang: 2007, hlm. 156-158.
[21]Bnd.
Sugiyanto Wiryoputro, Dasar-dasar
Manajemen Kristiani, BPK Gunung Mulia, Jakarta: 2008, hlm.6-7.
[22]
Bnd. S. Edwin Simajuntak, SH, “Hukum sebagai Sarana Pengatur Tata Tertib” dalam
Lambas Gultom, Hamba yang Tidak Berguna,
Gramedia, Jakarta : 2010, hlm. 184.
[23]Lih.Darwin
Lumbantobing, “Marturia Era Globalisasi”
dalam Jurnal Teologi Vocatio Dei, L-SAPA, Pematangsiantar: 2010, hlm. 35.
terima kasih, ini sangat memberkati...............
BalasHapusAnda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com
BalasHapusNama lengkap:
jumlah pinjaman :
Pinjaman Durasi:
Pendapatan bulanan :
negara:
Seks:
Nomor telepon:
Tanggal lahir :
Terima kasih dan Tuhan memberkati
JULIETOWENLOANCOMPANY
(Julietowenloancompany@gmail.com)
Ibu Juliet