MENJAWAB TANTANGAN
PEMIMPIN MASA DEPAN
(A LEADER’S LEGACY)
I.
Isi Ringkas Buku
1.1. Kebermaknaan
Salah
satu kebahagiaan terbesar dan tanggung jawab dasar para pemimpin adalah
memastikan bahwa orang-orang yang mereka perhatikan selama ini menjalani hidup
tidak hanya sekedar sukses melainkan juga bermakna. Pemimpin yang menjadi
teladan lebih tertarik pada keberhasilan orang lain daripada keberhasilan diri
sendiri.
Mengajar
adalah salah satu cara melayani. Itulah jalan menularkan pelajaran yang
diperoleh dari pengalaman. Pemimpin terbaik adalah guru. Guru terbaik adalah
juga pemimpin terbaik. Saat pemimpin bertanya, “Bagaimana prestasi saya?”.
Masalahnya, kebanyakan pemimpin tidak bertanya akan hal ini. Pemimpin terbaik
tahu bahwa mereka tidak mungkin sempurna, jadi mereka merangkul “pengkritik
yang penuh cinta” orang yang amat peduli untuk mengatakan kebenaran kepada
pemimpin mereka.[1]
1.1.1 Pemimpin Melayani dan Berkorban
Sukses dalam
kepemimpinan tidak hanya diukur dengan angka-angka. Menjadi pemimpin membawa
pula tanggung jawab melakukan sesuatu bermakna yang membuat keluarga,
masyarakat, organisasi kerja, negara, lingkungan, dan dunia menjadi tempat yang
lebih baik daripada hari ini. Tidak semua hal itu dapat diukur. Kepemimpinan
selalu dimulai dengan kesulitan dan penderitaan (menurut pengalaman kami dan
orang lain). Jika kita ingin menjadi autentik dalam kepemimpinan, kita harus
ingin melayani, dan kita harus ingin menderita. Segala sesuatu yang dilakukan
pemimpin adalah menyediakan pelayanan. Suatu konstituen yang loyal menang
ketika orang, secara sadar atau tidak, menilai pemimpin mereka mampu
menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan mereka. Seorang pemimpin harus
menangani masalah-masalah dan memenuhi kebutuhan orang lain secara pribadi.
Loyalitas bukan hal yang dapat dituntut oleh seorang atasan, melainkan apa yang
dipersembahkan orang kepada seseorang yang layak mendapatkannya. Pilihan
mengikuti seseorang tidak secara sederhana berdasarkan otoritas, tetapi
tergantung pada kemampuan pemimpin untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya.
Loyalitas diperoleh ketika konstituen memutuskan bahwa kebutuhan mereka
terpenuhi, jadi pemimpin yang ingin berkomitmen lebih baik melihat bahwa
pekerjaan mereka menuntut sikap responsive. Keyakinan untuk menjadi yang
terbaik dalam pelayanan berarti menjadi lebih menaruh perhatian terhadap
kesejehateraan orang lain daripada mementingkan kekayaan diri sendiri. Tujuan
pemimpin adalah memobilisasi orang lain agar melayani suatu tujuan. Ketika berbicara mengenai kepemimpinan sering
sekali menggunakan kata hasrat. Dan
disaat berpikir mengenai hasrat, kita berpikir mengenai emosi seperti
antusiasme, niat, energi, keberanian dan intensitas. Berhasrat sama dengan
menderita, orang yang penuh hasrat adalah seseorang yang menderita, dan orang
yang peduli adalah seseorang yang mau turut menderita, serta berbagi
penderitaan dengan orang lain. Setiap tindakan pemimpin menuntut penderitaan dan
sering sekali pemimpin merupakan pilihan antara sukses pribadi pada satu pihak
dan keamanan kesejahteraan dipihak orang lain. Kepemimpinan itu kerja keras.
Jika ingin menjadi pemimpin, mesti membayar harganya dengan berkorban yang
menunjukkan perbuatan bukan hanya demi kepribadian diri sendiri. Kontribusi
paling bermakna yang dilakukan pemimpin bukanlah untuk keuntungan sekarang
tetapi pengembangan jangka panjang individual dan institusional yang
beradaptasi.[2]
1.1.2
Pemimpin Terbaik Adalah
Guru
Jika kita memiliki
sebuah komitmen dan sebuah rencana untuk mengajar orang lain, maka kita akan
berusaha untuk mempersiapkan diri dimintai mengajar. Dan kita akan tampil di
depan banyak orang, dan itulah seorang guru. Cara terbaik untuk belajar adalah
dengan mengajarkannya kepada orang lain. Dan salah satu yang harus dilakukan
oleh seorang pemimpin adalah mengajar dan menjadi mentor atau guru. Tidak semua
pemimpin melakukan ini, tapi baiklah mereka manyadarinya. Pemimpin terbaik
adalah mereka yang paling berhasrat terhadap pekerjaan mereka, organisasi
mereka dan disiplin. Hanya dua alas an guru lebih tahgu dari murid, pemimpin
lebih tahu dari konstituen. Pertama mereka mendedikasi diri pada pembelajaran.
Dua, mereka menyenangi apa yang mereka pelajari.[3]
1.1.3
Kita Semua Perlu Pengkritik
yang Penuh Cinta
Kredibilitas merupakan
dasar kepemimpinan dari perspektif perilaku yang melakukan apa yang kita
katakan dan yang kita lakukan. Menjadi pemimpin yang baik menuntut kesadaran
diri yang besar dan hal itu menuntut kita bersikap rendah hati. Pemimpin harus
memiliki rasa cinta yang besar ketika memberikan kritik. Janganlah kritik itu
disampaikan karena rasa kesal ataupun sejenisnya, tapi baiklah sebuah kritik
disampaikan dengan rasa kasih dan cinta yang besar terhadap mereka yang diberi kritik.
Karena rasa kepemimpinan itu juga ambil bagian dalam hal memberikan kritik.[4]
1.1.4
Kitalah Pemimpin
Terpenting Dalam Organisasi kita
Pemimpin yang paling
mempengaruhi kita adalah orang yang paling dekat dengan kita. Pemimpin kita,
kemungkinan besar adalah orang yang paling dekat dengan kita dan mengenal kita
secara mendalam. Kita kemungkinan akan lebih mempercayai orang yang kita kenal,
bekerja lebih keras untuk orang yang kita kenal, berkomitmen kepada orang yang
kita kenal, dan mengikuti orang yang kita kenal. Maka dengan demikian, pengaruh
kita sanagt besar terhadapa perkembangan oraganisasi kita itu. Kepemimpinan
kita adalah penentu di dalamnya.[5]
1.1.5
Tidak Seorang Pun Suka
Diabaikan
Warisan seorang pemimpin
sesungguhnya merupakan warisan banyak orang. Pemimpin melakukan kontribusi
unik, tetapi orang lain memainkan bagian yang signifikan. Memberikan
penghargaan memastikan setiap orang akan menyadari bahwa mereka tidak
diabaikan. Mereka akan tahu betapa pentingnya mereka atas terciptanya sesuatu
yang bermakna.[6]
1.2
Hubungan
Kepemimpinan adalah
suatu hubungan antara yang beraspirasi memimpin dengan yang memilih mengikuti
yang menuntut kesepakatan diantara mereka. Pemimpin harus belajar beradaptasi
dengan siapa dia bekerja tetapi tegas dalam standar, teristimewa dalam dunia
penuh keanekaragaman. Hubungan harus dibangun secara terus menerus, mengasuh
dan mempertahankannya. Pemimpin juga harus memberi kebebasan kepada setiap
bawahan dalam berkreasi.[7]
1.2.1
Kepemimpinan Itu
Personal
Sebelum mencapai hal
yang besar, seorang pemimpin harus mengenal diri sendiri, apa yang dipersiapkan
untuk dilakukan dan mengapa itu dilakukan.
Bawahan juga harus mengetahui dan mengenal siapa dan bagaimana
pemimpinnya agar dia mudah untuk mengikuti pemimpinnya. Untuk menjadi pemimpin
terbaik, adalah harus membuka kemanusiaan kita, karena itulah satu-satunya
jalan menjalin hubungan dengan sungguh-sungguh terhadap orang lain. Oleh karena
itu, jika ingin menjadi seorang pemimpin kenali diri kita terlebih dahulu
sebelum orang lain mengenal diri kita dengan sungguh-sungguh.[8]
1.2.2
Pemimpin Seharusnya
Ingin Disukai
Kouzes dan Posner
mengatakan: “Kita tidak mencintai seseorang karena siapa dirinya, tetapi kita
mencintai seseorang karena cara seseorang mempengaruhi perasaan kita”.
Maksudnya seorang pemimpin harus berusaha mempengaruhi perasan bawahannya agar
dia disukai oleh bawahannya tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan
menghormati, mendengarkan, mendukung, mengenali, membuat merasa penting,
meningkatkan keterampilan dan menunjukkan rasa percaya kepada bawahan. Hal ini
adalah factor utama untuk menjadi sukses dalam kehidupan. Dengan demikian,
pemimpin seharusnya ingin disukai agar mudah meraih kepercayaan bawahan. Dan
kita akan diperlakukan dengan baik.[9]
1.2.3
Kalau Kita Tidak
Sepakat, Cobalah Mengerti
Dalam suatu perusahaan
seringkali terjadi perbedaan pendapat, hal ini akan mengakibatkan hubungan
pemimpin dan bawahan menjadi jauh. Oleh karena itu, cobalah belajar cara
menangani situasi paling menantang dengan motto hidup “musuh adalah guru
terbaik”. Ketika kita berada dalam konflik dengan seseorang, tanyakan pada diri
sendiri apa yang perlu saya pelajari? Kita juga harus sadar bahwa tujuan kita
dan bawahan adalah sama, dan setiap orang ambil bagian dalam tujuan yang sama
itu. Oleh karena itu, pemimpin dan bawahan harus saling mendukung. Dengan
demikian kita menjadi sadar akan kemampuan kita sendiri. Karena kesadaran diri
merupakan penentu sukses dalam kepemimpinan. Dan lebih baik mengikuti kata-kata
dari Kouzes dan Posner yang mengatakan : “Kita tidak perlu memenangi setuiap
pertempuran, tetapi justru berusaha menyatukan keputusan agar bisa memenangi
pertempuran sebagai hal yang utama”.[10]
1.2.4
KitaTidak Boleh Percaya
Begitu Saja
Kepercayaan adalah lem
social yang melekatkan hubungan manusia agar dapat menyelesaikan sesuatu yang
berarti, namun kepercayaan itu perlu diuji. Oleh karena itu, kita harus terus
berusaha memupuk kepercayaan dan jangan pernah menerimanya begitu saja. Karena
kepercayaan kadang-kadang bisa runtuh.[11]
1.2.5
Bebaskan Orang-orang
Kita
Setiap orang butuh kebebasan
demikian juga dalam suatu instansi untuk menjaga kinerja kelompoknya yang
tinggi. Bruce Hillberg mengatakan: “rekrutlah orang yang pandai dan dapat
diandalkan, kemudian biarkan mereka melakukan apa yang menurut mereka paling
baik”. Hal ini dapat menjadi pedoman bagi kita untuk memimpin dengan memberi
kebebasan kepada orang lain untuk melakukan apa yang diperlukan guna mewujudkan
tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, tanggungjawab pribadi akan muncul
jika orang punya kebebasan berkehendak dan jika mereka mencoba melaksanakannya.
Dengan kata lain, setiap orang menerima konsekuensi atas tindakannya.[12]
1.3
Aspirasi
Orang berkomitmen pada
penyebab, bukan pada rencana. Komitmen itu digerakaan oleh apa yang disenangi.
Warisan abadi dibangun di atas fondasi prinsip dan tujuan kokoh, artinya
kepemimpinan adalah pengembangan diri yang paling penting. Pemimpin harus
menentukan apa yang berarti dalam hidup sebelum menjalani hidup yang berarti.
Pemimpin diharapkan melihat ke masa depan, memandang jauh ke depan dan
mengkomunikasikannya. Hal itu bukan tentang peramal melainkan tentang kemampuan
melihat dan memahami tentang pengetahuan apa yang terjadi dalam waktu dekat.
Perlu untuk diingat, bahwa masa depan bukan hanya milik pemimpin, bukan hanya
visi pemimpin untuk membuat itu terjadi. Kepemimpinan itu juga bukan untuk
segelintir orang, tetapi itu bisa dimasuki oleh semua orang.[13]
1.3.1
Memimpin dari Dalam ke
Luar
Kepemimpinan
yang sesungguhnya datang dari dalam ke luar, dan itulah yang dikatakan sebagai
kepemimpinan yang serius. Dan inilah salah satu cara untuk merespon apa yang
paling diharapkan dan diinginkan oleh konstitue dari kita. Kepada seseorang
yang mengaku pemimpin, perlu ditanyakan hal berikut :
·
Siapa
Anda ?
·
Siapa
yang Anda Wakili dan apa Keyakinan Anda ?
·
Kemana
Anda hendak membawa kami?
·
Seberapa
andal Anda dalam tugas ini?
·
Apa
yang membuat Anda merasa mampu dalam tugas ini ?
·
Apakah
Anda benar-benar tau apa yang membaut Anda dating ke sini?
·
Perubahan
apa yang Anda akan lakukan ?
Orang selalu ingin tahu
sesuatu tentang orang yang memimpin sebelum mereka menjadi orang yang
mengikuti. Pencarian itu adalah untuk menemukan kesadaran yang dibutuhkan oleh
seorang pemimpin. Rasa percaya diri adalah kesadaran yang yang sesungguhnya
atas kekuatan kita. Kekuatan itu akan
jelas jika kita mengidentifikasi dan mengembangkannya. Pengembangan diri
dimulai dengan system nilai kita, yaitu dengan menjernihkan nilai dan aspirasi
diri yang mana itu merupakan masalah pribadi. Kita harus tahu siapa kita dan
apa pentingnya kita. Seorang yang bernama Mike berusaha menemukan apa yang
mencengkeram dia sebagai seorang investor. Dia menyadari bahwa tantangan
kepemimpinan yang dihadapinya dalam pekerjaan merupakan hasil ide-ide kaku
kepemimpinan yang umum dan ketinggalan zaman. Maka dia mengeksplorasi wilayah
dalam dirinya dan dia berkata, saya sadar bahwa hasrat memberikan saya
inspirasi untuk memimpin. Mike menyadari nilainya jadi dia merasa lebih membumi
dan percaya diri. Kejernihan nilai pribadi berarti besar terhadap motivasi
perasaan, kreativitas, dan komitmen. Seorang Tanveer mengatakan, satu imbalan
langsung dapat mengembangkan kejernihan nilai dan hal itu membantu mendapatkan
daftar keinginan serta membangun dukungan dasar vital terhadap pemimpin. Dia
juga mengatakan, bahwa untuk mendapatkan dasar yang kokoh bagi para pemimpin,
kita harus memiliki keyakinan yang jelas. Ketika nilai sudah sesuai dengan
tindakan, kita sudah mendapat
kredibilitas yang dibutuhkan orang lain agar percaya pada kita.Orang hanya bisa
jujur jika mengikuti kata hatinya. Maka dengan demikian, pemimpin harus menaruh
telinga ke hati agar dapat bertindak dan berkata jujur. Kejernihan nilai adalah
penting guna mengetahui apa yang baik untuk dilakukan.[14]
1.3.2
Memandang ke Depan
Adalah Syarat Kepemimpinan
Pemimpin sekarang harus
memiliki perhatian terhadap dunia masa depan. Mereka memiliki tugas untuk
memastikan bahwa mereka meninggalkan organisasi mereka dalam keadaan lebih baik
daripada ketika mereka menemukannya. Hal
yang membuat orang berpikir tidak panjang adalah perubahan yang cepat. Dan juga
kekhawatiran terhadap dunia ini. Sangat sukar untuk mendapatkan kemana tujuan
kita sementara dunia semakin berubah. Manusia selalu ingin aksi yang jelas dari
para pemimpin dengan isu kritis yang memengaruhi hidup mereka. Tekhnologi dunia
yang selalu memberi kejutan dan juga perdebatan internasional yang mengancam,
bencana alam juga menciptakan kesengsaraan. Itu gambaran dunia yang penuh
dengan tantangan. Maka dengan adanya tekanan seperti itu, kita harus bisa
berorientasi ke depan. Kegagalan kita memandang ke depan mungkin hasil
ketidakpedulian kita terhadap masa kini daripada akibat factor lain. Banyak
pemimpin yang tidak sungguh-sungguh hadir, tubuh mereka dalam sebuah ruangan
namun pikiran mereka tidak ada di sana. Dengan keadaan demikian, maka mulailah
memberi perhatian terhadap keadaan sekeliling. Pemimpin terbaik memberi
perhatian terhadap lingkungan. Memandang ke depan tidak sama dengan menghadapi
tenggang waktu untuk proyek saat ini. Tugas seorang pemimpin adalah untuk memikirikan
proyek berikutnya, serta memikirkan apa yang selanjutnya. Banyak pendapat
mengatakan supaya kita jangan menghadapi waktu untuk operasi sehari, melainkan
lebih banyak meluangkan waktu untuk peluang masa depan.[15]
1.3.3
Bukan Hanya Soal Visi
Pemimpin
Pemimpin merasa bahwa
mereka satu-satunya visioner, pemimpin jadi beranggapan bahwa orang lain
mengharapkan mereka memandang ke depan dan mereka maju sendiri. Pemimpin merasa
bahwa visi mereka itu menjadi masalah. Benar memang pemimpin diharapkan melihat
ke depan, tetapi bukan berarti menjadi peramal. Dan yang diinginkan orang
bukanlah visinya, tetapi aspirasinya. Mereka ingin melihat gambar kehidupan
mereka di masa depan yang sedang dikerjakan pemimpin. Jadi bukan visi yang
terpenting melainkan proses. Agar dapat mendeskripsikan gambaran meyakinkan
mengenai masa depan, anda harus dapat menangkap apa yang diinginkan oleh orang
lain dan itu artinya anda harus mengetahui harapan, mimpi, dan ketertarikan
mereka. Maka dengan demikian anda harus membicarakan tujuan masa depan tersebut
dengan cara yang dapat menggoda mereka.[16]
1.3.4
Bangkitkan Pemimpin
Dalam Diri Setiap Orang
Banyak pemimpin yang
sebenarnya tidak pernah menjalankan proyek kepemimpinan seperti yang mereka
bicarakan, tetapi mereka bangkit untuk tujuan itu. Beberapa orang mungkin
mengalami kemarahan, tetapi beberapa orang lagi mencari peluang yang tidak
dilihat orang lain. Ada juga yang sampai memburuk. Tidak satupun diantara kita
yang mengetahui kekuatan diri kita sesuangguhnya sampai kita tertantang
mengeluarkannya. Kepemimpinan bukan sebuah tempat atau kode rahasia, tetapi
merupakan seperangkat keterampilan yang dapat diamati dan kemampuan yang
bermanfaat tanpa memandang keadaan dimana seseorang itu berada. Sebuah
keterampilan dapat diperkuat dan ditingkatkan jika punya motivasi dan hasrat.
Di suatu tempat kepemimpinan kita akan keluar dengan percaya diri dan dengan
kapasitas untuk memimpin.[17]
1.3.5
Pemimpin Juga Adalah
Pengikut
Pemimpin yang baik
adalah pengikut yang baik, dan pemimpin yang baik adalah orang yang memahami
batasnya dan mau menerima nasihat lisan dari pengikutnya. Kepemimpinan
merupakan hubungan yang dinamis antara pemimpin dengan pengikut yang dapat
bertukar peran sebagai pemimpin dan pengikut. Hal ini memungkinkan pemimpin
mentransformasi pengikutnya menjadi pemimpin. Setiap orang memahami visi, nilai
apa yang diharapkan dan cara berkontribusi untuk membuat perbedaan. Setiap
orang terdorong untuk melakukan apapun guna mewujudkan sesuatu. Setiap orang
merasa menjadi bagian dari kelompok dan merasa punya hak untuk memimpin. Menuju
kinerja yang baik tidak tergantung pada pemimpin melainkan pada kepemimpinan
yang terfokus pada proses. Pemimpin seharusnya tidak pernah mempermasalahkan
bahwa mereka bertanggungjawab. Mereka harus berfokus pada tujuan. Pemimpin harus
memikirkan apa yang terbaik bagi misi dengan melihat ke sekeliling dan
menemukan apa yang terbaik antara orang dan tugas. Mereka mengembangkan bakat
sehingga orang dapat mengambil inisiatif. Tanpa kita sadari pemimpin juga
mengikuti bawahannya, dan itu artinya kita harus mencari semua ide yang baik.
Ide yang berproses baik secara khusus dating mereka yang melakukan pekerjaan
tertentu dan idé produk serta jasa yang baik dating dari mereka yang menikmati
pekerjaan tersebut. Jadi tugas pemimpin tidak mencari kejeniusan, melainkan
kemauan mendengar dan mengikuti ide orang lain.[18]
1.4
Keberanian
Keberanian itu penting
dan biasanya berkaitan dengan penapilan manusia super, pejuang hidup dan
mengatasi hal ganjil yang mustahil. Keberanian ada dalam diri setiap orang,
tetapi ada jika dibutuhkan.[19]
1.4.1
Kita Semua Punya
Keberanian
Keberanian kadang
disalahartikan oleh orang lain. Keberanian memberi kebangkitan terhadap
bayang-bayang tampilnya keberanian dan saraf baja. Bagaimanapun juga keberanian
itu bertanggungjawab. Keberanian diartikan sebagai penengah antara kebodohan
dan jiwa pengecut. Orang yang menunjukkan rasa percaya diri berlebih juga
dianggap bodoh. Tetapi ketakutan bisa juga membuat orang terlalu berjaga-jaga
dan lari dari kesulitan. Keberanian setiap orang memang berbeda, tetapi setiap
orang itu memiliki keberanian. Tiap orang memiliki pengalaman yang menuntut
keberanian, namun banyak orang yang takut menunjukkan keberanian itu.
Keberanian itu sebenarnya adalah kebaikan yang dibutuhkan jika kita
sungguh-sungguh ingin mentransformasi hidup kita dan kebaikan yang diperlukan
jika kita ingin melakukan suatu hal yang sangat penting bagi kita. Kepemimpinan
itu adalah tentang membawa orang ke tempat yang belum pernah disinggahi dan
tidak dapat pergi tanpa keberanian. Kepemimpinan adalah keberanian yang
diwujudkan, keberanian memberi energi untuk maju.[20]
1.4.2
Kita Tidak Dapat
Merencanakan untuk Jadi Berani, Tetapi kita Dapat Memilihnya
Keberanian
tidak dijalankan demi kepraktisan, namun harus dipilih. Ambillah waktu untuk
mengeksplorasi peran berani yang terjadi dalam hidup. Karena setiap orang punya
kisah untuk diceritakan dan itu sangat bermanfaat.
Pada
umumnya tindakan berani berkaitan dengan kesulitan. Tantangan keras selalu
berhubungan dengan saat-saat yang diliputi keberanian, jika keadaannya mudah
maka keberanian tidak diperlukan. Dan jelaslah bahwa tantangan, kesulitan atau
bahaya menciptakan keadaan untuk hadirnya keberanian dalam menyelamatkan
sesuatu. Gambaran media tentang keberanian adalah kesan dimana seakan-akan tidak
ada rasa takut. Ketakutan dan keberanian selalu beriringan. Titik keberanian
adalah titik saat ketakutan bertemu dengan bahaya. Itulah wilayah kebersamaan
yang perlu di ekplorasi. Kita harus mendekati dan merangkulnya. Walaupun takut
dan diliputi kegelapan, kita harus bertindak. Saat memasuki wilayah keberanian,
itu artinya memasuki wilayah keterbukaan. Jika ada yang menghentikan kita dari
tindakan berani itu adalah ketidakinginan kita untuk menderita. Tidak tidak
selalu siap, tetapi bagaimanapun keberanian tidak muncul tanpa suatu derajat
penderitaan dan kehilangan. Keberanian itu tidak bisa direncanakan, namun kita
dapat memilihnya. Bebicara tentang perjuangan hidup orang salah satu cara
menyiapkan pilihan itu.[21]
1.4.3
Perlu Keberanian untuk
Menciptakan Kehidupan
Kita mau menciptakan
kehidupan dan bukan hanya hidup, yang sebagaimana kita semua tahu berdasarkan
pengalaman sendiri dan pengalaman orang lain membutuhkan keberanian. Untuk
menciptakan hidup yang aman dan bermakna serta memiliki perbedaan dengan orang
lain membutuhkan keberanian. Termasuk untuk perbedaan yang abadi. Seorang Rosa
Park yang berkulit hitam disuruh pindah dari tempat duduknya oleh seorang supir
bus, supaya ada tempat duduk bagi orang kulit putih. Dan dia tidak mau. Ini
merupakan tindakan sederhana. Namun hal ini sampai kepada pengadilan dan
benar-beanr menegangkan situasi. Rosa tidak banyak bergerak dan berbicara,
namun hal sepele tersebut telah berdampak dasyat sampai ke tingkat pengadilan.
Dari keputusannya untuk berpindah tempat duduk, Rosa menunjukkan kekuatan dari
satu orang. Itu mrnunjukkan bahwa mungkin juga untuk sartu orang membuat
perbedaan. Dan setiap orang berperan dalam kehidupan dunia ini. Rosa contoh
yang mengagumkan tentang bagaimana setiap orang itu memiliki potensi mengubah
dunia. Keberanian mengalir dari komitmen terhadap keyakinan. Keberanian Rosa
untuk tidak pindah dari tempat duduknya adalah sebuah tindakan keberanian. Rosa
memiliki keberanian yang jauh mengakar di dalam keyakinannya terhadap
seperangkat prinsip pemandu yang tidak hanya baik bagi dirinya, tetapi juga
dalam inti sebuah negara. Rosa adalah orang biasa yang berkulit hitam, tetapi
tindakannyalah yang membuatnya berbeda. Perubahan nyata dan abadi tergantung
pada diri.[22]
1.4.4
Keberanian Menjadi
Manusia
Kepemimpinan adalah
pengalaman rendah hati dengan keberanian menjadi manusia. Dengan kata lain,
kita akan sadar bahwa kita adalah manusia, maka kita membebaskan diri dan
membuka diri kepada orang lain dan mengundang mereka untuk bergabung dalam
menciptakan sesuatu yang tidak dapat kita ciptakan sendiri. Jika kita menjadi
lebih rendah hati dan tanpa prasangka, maka orang lain punya kesempatan untuk
dikenal dan merasa diperdulikan. Kita juga butuh suara yang sinis, skeptis,
alternative, tantangan, kejutan, dan nasihat demi menjaga kebebasan kita. Kita
harus sadar bahwa sepandai-pandainya kita, kita tidak lebih pandai dari semua
orang yang disatukan.[23]
1.4.5
Kegagalan Itu Pilihan
Dalam hidup kita sering
mengalami kegagalan, dan kegagalan itu adalah pilihan. Hal ini dikatakan karena
saat kita mencoba melakukan sesuatu yang belum pernah kita lakukan sebelumnya,
kita sebenarnya tidak pernah melakukannya dengan benar pada pertama kalinya.
Dan jika kita tidak mau gagal atas apa yang kita lakukan, kita tidak akan
pernah menjadi besar dan tidak akan pernah berinovasi. Oleh karena itu, jika
kita ingin menjadi seorang pemimpin, kita harus dapat menerima kesalahan atau
kegagalan orang lain dengan terlebih dahulu menerima kesalahan atau kegagalan
kita sendiri dan berusaha untuk memperbaiki dan belajar dari kegagalan itu.[24]
1.4.6
Tidak Ada Jaminan Uang
Kembali
Dalam suatu praktek
kepemimpinan segala sesuatu dapat menjadi destruktif seperti kebaikan menjadi
tidak baik dan kekuatan menjadi kelemahan. Hal ini dapat terjadi apabila kita
terlalu terobsesi dan kita terlalu focus terhadap nilai-nilai kita sendiri dan
cara kita melakukan sesuatu. Dengan demikian kita tidak akan diterima menjadi
pemimpin, namun kita akan dijauhi dan pekerjaan kita gagal dan sia-sia. Itulah
yang dimaksud dengan Tidak ada Jaminan Uang Kembali. Oleh karena itu, kita
harus tetap berfokus pada perbedaan yang kita buat maka orang lain memperoleh
sesuatu dari kita dan itu akan terjadi
dengan sendirinya.[25]
II.
Tanggapan
Kita pasti merasa aneh
dengan kepemimpinan yang dibahas dalam mata kuliah teologi dan manajemen. Kita
juga pasti berpikir apa hubungan kepemimpinan dengan manajemen? Namun
kepemimpinan adalah teknik atau cara pimpinan untuk mengarahkan dan menyuruh
orang lain agar mau mengerjakan apa yang ditugaskan.[26]
Sebagai pemimpin pasti menghadapi banyak tantangan diakibatkan beranekaragamnya
manusia yang dihadapi. Oleh karena itu Kouzes dan Posner dalam bukunya:
“Menjawab Tantangan Pemimpin Masa Depan”, berusaha memberikan solusi bagi
pemimpin yang ingin sukses. Kami juga akan mengaitkannya dengan pemimpin gereja
saat ini yang menghadapi banyak jemaat dan rekan kerja di pelayanan yang
beranekaragam. Kouzes dan Posner memang tidak membahas tentang pemimpin dalam
gereja, namun solusi yang ditawarkan juga bermanfaat bagi pemimpin gereja. Dan
hal itulah yang kan kami bahas dalam tanggapan ini.
2.1 Kebermaknaan
Kouzes dan Posner
berpendapat bahwa seorang pemimpin harus menjadikan orang yang mereka
perhatikan bermakna bagi orang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan menjadi teladan yang lebih tertarik pada
keberhasilan orang lain daripada keberhasilan diri sendiri. Sondang P. Siagian
dalam buku manajemen kepemimpinan gereja juga setuju dengan pendapat Kouzes dan
Posner. Ia mengatakan bahwa setiap orang harus diperhatikan, karena mereka
merupakan unsure terpenting dalam seluruh proses manajemen. Keberhasilan
organisasi mencapai berbagai sasaran serta kemampuannya menghadapi tantangan
tergantung pada kemampuan sumber daya manusia dari orang-orang yang
diperhatikan. Demikian juga sebagai pemimpin Kristen, kita harus memperhatikan
setiap orang dan membuat mereka bermakna bagi kita dan juga orang lain. Dengan
demikian kita akan menghargai setiap individu yang ada di sekitar kita,
termasuk teman kerja dan orang yang akan kita layani.[27]
Sama seperti yang dikatakan oleh tokoh yang lainnya, Pdt.WTP. Simarmata juga
mengatakan dalam bukunya Pelayan yang memperlengkapi jemaat, bahwa seorang
pemimpim ataupun seorang pelayan itu haruslah memiliki perbedaan dari
jemaatnya. Masing-masing pelayan harus mengutamakan jenis pelayanan yang mereka
pelajari dan dalami dan setiap pelayan itu sebaiknya mempergunakan keterampilan
yang dimilikinya untuk memperlengkapi jemaat demi tercapainya sebuah pelayanan
yang bekualitas. Pembinaan terhadap anggota jemaat itu penting demi tercapainya
sebuah cita-cita untuk membuat jemaat itu menjadi orang-orang yang berguna dan
memiliki skill dalam kehidupannya.[28]
Wiryoputro mengatakan peran manusia agar dapat bermanfaat dan berguna bagi
orang atau manusia yang lain melalui Kristus seperti yang tertulis dalam
Yohanes 3:16-17.[29]
2.2
Hubungan
Dalam bagian ini yang
terpenting dan yang terutama adalah jalinan hubungan dan komunikasi yang baik
antara pemimpin dengan bawahan. Seorang pemimpin harus memiliki kepekaan dan kepedulian
terhadap orang di sekeliling. Dalam hal ini kepedulian seorang pemimpin itu
haruslah didasari oleh kasih yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Dengan
kepedulian terhadap orang di sekeliling, itu menjadi sasaran pengajaran dan
pemberitaan Firman Tuhan, maka itu artinya sudah melaksanakan Firman Tuhan.
Dengan hubungan yang terjalin dengan baik, maka apapun yang direncanakan dan
yang dikelola oleh sebuah organisasi akan berhasil dan sampai pada tujuan.
Setiap komponen dalam sebuah organisasi memiliki sarana dan prasarana dan harus
dikelola secara tepat dan benar agar mampu melaksanakan dengan baik. Maka
dengan demikian, perlu tanggungjawab dan kerja keras dari setiap orang dalam
melaksanakannya. Seorang pemimpin harus bisa memberikan dukungan yang maksimal
kepada para bawahan dalam melaksanakan tugas mereka.[30]
Ada banyak hal yang bisa menimbulkan perpecahan di kalangan pemimpin dengan
para bawahannya, termasuk di dalamnya konflik yang timbul oleh karena
kecerobohan. Tapi dengan keadaan yang demikian, pemimpin diharapkan mampu
melakukan suatu tindakan yang membuat suasana lebih baik. Pemimpin harus bisa
memandang itu sebagai suatu hal yang membantu mereka untuk lebih berpikir
positif dan maju. Pemimpin diharapkan mampu mengelola konflik yang ada tersebut
agar kehidupan semakin berkembang dan konflik yang muncul tidak menjadi sebuah
masalah yang serius dan dapat memecahkan. [31]
Hubungan dapat terjalin
dengan baik apabila ada komunikasi, komunikasi yang baik akan menghasilkan
hubungan yang baik pula. Komunikasi dapat terjalin apabila si pengirim
komunikasi menyampaikan pesan dengan baik dan sopan kepada si penerima, si
penerima meresponnya dengan baik. Seorang pemimpin akan berhasil apabila
menjalin hubungan yang baik dengan yang dipimpin melalui komunikasi. Komunikasi
yang dimaksud tidak hanya komunikasi sebagai atasan dan bawahan tetapi juga
sebagai partner kerja. Komunikasi juga dapat dilakukan di luar batas-batas
pekerjaan karena kita adalah satu dan sama. Oleh karena itu ketika ada
perbedaan pendapat sampaikanlah dengan baik agar si penerima pendapat tidak
merasa dijatuhkan.[32]
Selain dengan komunikasi yang baik, beberapa hal yang perlu untuk dilakukan
dalam membina hubungan adalah dengan kepedulian yang diberikan pemimpin kepada
anggota. Beberapa jenis kepedulian yang bisa dilakukan oleh seorang pemimpin
kepada anggotanya adalah berupa pembinaan dan memelihara. Kegiatan membina ini
pada prinsipnya adalah sama dengan membangun.
Membangun dalam hal ini sifatnya adalah tidak rutin dan tidak terus
menerus, kegiatan membina ini akan dihentikan ketika sasaran itu telah
tercapai. Setiap anggota harus dibangun dengan rutin tetapi jangan
terus-menerus, sebab jika terus-menerus itu bisa mengakibatkan ketidakmandirian
pada anggota. Adapun kegiatan membina ini adalah meliputi kegiatan mengamati
anggota yang sedang dibina, lalu berusahan meningkatkan kualitasnya,
memperbaharui dan membangunnya. Tindakan pembinaan yang dilakukan oleh pemimpin
itu adalah dengan melalui arahan, pelatihan dan seminar yang dalam hal ini
bertujuan untuk membangun kualitas anggota. Semakin baiknya kualitas anggota
akan memungkinkan untuk terciptanya hubungan yang baik diantara anggota dengan
pemimpin. Selain itu, kepedulian yang dilakukan oleh pemimpin kepada anggota
melalui ceramah dan arahan akan memunculkan simpati dari para anggota yang akan
membuat anggota akan menghormati pemimpin. Sementara itu, pemeliharaan yang
dilakukan oleh pemimpin kepada anggota adalah secara terus-menerus dengan
maksud untuk membuat para anggota tetap apada kondisi yang baik dan akan tetap
semangat dalam melakukan tugasnya layaknya sebagai anggota. Dalam hal ini,
partisipasi pemimpin itu sangat dibutuhkan dalam memelihara anggota itu dengan
memberikan perhatian yang sesuai kepada anggota untuk menjaga anggota itu tetap
pada kondisi yang bersemangat dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya.[33]
Sebagai contoh hubungan di dalam gereja seperti yang dikatakan oleh Edgar Walz,
bahwa hubungan di dalam gereja itu harus dibangun melalui pengawasan dari
setiap departeman dalam gereja. Pendeta sebagai pemimpin dalam gereja itu harus
memiliki wibawa dan tanggungjawab dalam mengawasi departemen-departemen
tersebut. Pengawasan yang resmi yang dilakukan oleh pemimpin adalah dengan
menempatkan departemen itu di dalam organisasi dalam gereja. Berbagai
departemen berfungsi bersama-sama sebagai suatu anggota tim. Dalam hal ini
pemimpin akan memiliki tugas untuk menjadi juru bicara yang akan memimpin
setiap departemen tersebut. Susunan organisasi yang baik akan memberikan
pengaruh terhadap kinerja yang baik juga. Bagan organisasi yang dibentuk akan
menjadi suatu diagram yang menunjukkan tingkat wewenang dan hubungan antar yang
satu dengan yang lain. Bagan juga akan membantu pemimpin untuk memahami jalur
komunikasi yang baik serta batas wewenangnya. Pemimpin yang mampu mengerti
tentang tugas dan tanggungjawabnya serta sejauh mana dia memiliki wewenang
dalam mengatur anggotanya akan membantunya untuk menciptakan sebuah hubungan
yang baik dan terarah. Pemimpin akan berbicara sesuai dengan porsi dan sesuai
dengan aturan akan mengurangi kemungkinan adanya sakit hati yang bisa
menimbulkan perpecahan di dalam organisasi.[34]
Dalam sebuah kepemimpinan sangat dibutuhkan hubungan dengan Tuhan yang akan
membantu kita dalam mengambil keputusan yang baik dan benar sesuai
keinginan-Nya. Apabila kita menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan, maka akan
timbul kasih, karena Tuhan selalu menggunakan kasih dalam memulai sebuah
hubungan. Kasih yang kita miliki dapat ditunjukkan dengan cara memahami,
mengerti seseorang sebagai perwujudan dari kasih.
2.3
Aspirasi
Sama
seperti yang dikatakan oleh Kouzes dan Posner dalam bukunya Menjawab Tantangan
Pemimpin Masa Depan, yang mengatakan bahwa seorang pemimpin itu haruslah
memiliki jiwa kepemimpinan dan jiwa yang peduli akan masa depan serta
mementingkan hal yang di luar kepentingan pribadi, John Pasaribu dalam buku
Menegement Kepedulian juga mengatakan hal yang demikian. John mengatakan bahwa
bagi seorang pemimpin yang paling utama dan terutama adalah dia mampu menjadi
pemimpin yang berkharisma, dan mampu memimpin dengan penuh kasih dan
kepedulian. John juga mengatakan bahwa seorang pemimpin itu adalah pengelola
tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia yang ada demi tercapainya tujuan dari
organisasi yang dia pimpin. Selain itu John juga mengatakan bahwa seorang
pemimpin itu bukan orang yang terobsesi dengan fasilitas dan kekayaan pribadi
yang membuat dia menjadi seorang pemimpin yang mementingkan diri sendiri.
Pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang tidak memfokuskan diri pada
keinginan pribadi, melainkan berusaha untuk melihat dan peduli dengan keadaan
dan lingkungan serta keinginan dari orang banyak dan bawahan agar tercipta
sebuah harmonisasi pekerjaan yang baik. Dalam sebuah perebutan kepemimpinan,
biasanya selalu terindikasi dengan perebutan kekuasaan yang berakibat pada
perpecahan. Dan menurut John, jika seorang pemimpin yang memang memiliki jiwa
kepemimpinan dia akan mampu bersaing dan mencalonkan diri sebagai pemimpin yang
sama halnya dengan pelayan. Dia tidak akan termakan situasi untuk menjadi seorang
yang ikut dalam perpecahan. Tetapi dia akan tetap tenang dan menerima kelebihan
orang lain. [35]
Selain
itu, dalam bukunya Kouzes dan Posner juga mengatakan bahwa seorang pemimpin
harus menaruh telinga mereka kepada suara hati nurani, karena hati nurani itu
tidak pernah berbohong, dan hal itu akan mengajari pemimpin untuk berbicara
jujur. Calvin dalam buku Kelakuan Yang Bertanggung Jawab juga mengatakan bahwa
hati nurani itu memang menjadi saksi akan tindakan manusia. Hati nurani itu
selalu berbicara, hanya saja manusis sering mengabaikan apa yang disuarakan
oleh hati nurani tersebut. Hati nurani itu juga ikut menjadi saksi akan
perbuatan manusia ketika manusia berdosa dan dihukum di pengadilan Allah.[36]
Mengenai
sebuah visi Kouzes dan Posner mengatakan, bahwa itu tidak terlalu penting. Yang
terpenting adalah proses di dalam sebuah organisasi. Visi bukan penentu
terhadap berjalannya kerja dan tercapainya tujuan dalam sebuah organisasi.
Tetapi yang menentukan adalah prosesnya. Namun Hariono Soemarsono dalam bukunya
Manajemen Plus mengatakan bahwa visi itu penting, dan itu biasanya dikeluarkan
oleh pendiri usaha. Dia mengatakan bahwa tanpa visi, pemimpin dan pengikut
tidak bisa melakukan kerja mereka. Visi itu menjadi panduan dalam melakukan
suatu hal. [37]
sesuatu yang perlu untuk diperhatikan dalam hal pengambilan visi dan misi.
Brian Adam dalam bukunya Anda Terlahir Untuk Sukses mengatakan bahwa sesuatu
itu bisa sukses apabila kita memikirkan bahwa apa yang akan kita lakukan itu
pasti akan sukses. Pikiran yang positif akan membantu untuk mensukseskan apa
yang telah direncanakan di dalam visi, baik itu visi yang berjangka pendek
maupun yang berjangka panjang. Perlu untuk diketahui, bahwa satu-satunya hal
yang membatasi manusia untuk sukses itu adalah cara berpikir, merasakan dan
yakin. Dengan keyakinan yang dimiliki setap hari akan secara otomatis
menanamkan benih-benih kesuksesan dalam pikiran. Berpikirlah dan rasakan bahwa
anda bisa dan akan sukses. Meyakini sebuah kemenangan berarti memenangkan
sebuah peperangan. Seorang pemimpin harus memiliki pikiran untuk mampu
memenangkan sebuah peperangan. Seorang pemimpin juga harus memiliki sebuah
pemikiran yang selalu positif dan keyakinan untuk mampu melakukan sesuatu itu
dengan baik dan berhasil. Sebab pemikiran yang posistif dan keyakinan yang
besar akan beprngaruh terhadap tindakan dan usaha untuk mencapainya.[38]
Dan kami mengatakan bahwa memang proses dan visi itu menjadi hal yang penting
dalam mencapai suatu tujuan. Tanpa proses sebuah visi tiada artinya. Dan visi
juga bisa menjadi semangat dalam melakukan proses tersebut.
2.4 Keberanian
Kouzes
dan Posner dalam bukunya mengatakan bahwa keberanian erat hubungannya dengan
rasa takut dan tantangan, Radesman juga mengatakan demikian. Radesman berkata
bahwa seorang pemimpin harus mampu dan berani dalam mengambil sebuah resiko
dalam menghadapi sebuah tantangan. Seorang pemimpin memiliki sebuah tugas yang
penting dalam hal menghadapi sebuah tantangan. Seorang pemimpin harus mampu
mengambil sebuah keputusan yang benar dan yang memiliki pengaruh besar dalam
rangka tujuan-tujuan organisasi. Pengambilan keputusan ini sendiri adalah hasil
dari suatu proses memilih alternative yang baik untuk memecahkan masalah yang
dihadapai oleh organisasi.[39]
Pemimpin
yang baik dan benar adalah pemimpin yang mau mengakui kesalahannya serta
berusaha memperbaiki kesalahan itu. Pemimpin yang berani mengakui kesalahannya
adalah pemimpin yang mau menerima kegagalan yang dilakukan bawahannya. Seorang
pemimpin yang baik dan benar adalah pemimpin yang mau bertanggung jawab atas
kegagalan bawahannya. Seorang pemimpin yang baik dan benar adalah pemimpin yang
berani memberikan solusi atas kegagalan yang dihadapi tanpa memikirkan siapa
yang menyebabkan kegagalan itu, tetapi bersama-sama bekerja untuk memperbaikinya.
Hal inilah yang dimaksud pemimpin yang berani, berani melindungi orang yang
gagal dan berani membangkitkan semangat orang yang gagal untuk berjuang
kembali.[40]
Selain
solusi yang ditawarkan Kouzes dan Posner, seorang pemimpin juga harus memiliki
ketegaran. Ketegaran dalam menghadapi permasalahan, penderitaan dan konflik.
Seorang yang tegar akan dapat bertahan dan tidak mudah goyah. Seperti ompui
Ephorus Pdt. Dr. P. W. T. simanjuntak dalam buku ahamba yang tidak berguna,
yang selalu tegar dalam menjalani ragam permasalahan, penderitaan. Bahkan
beliau dapat bertahan sebagai pemimpin yang mempersatukan kedua golongan yang
berbeda. Beliau menjadi pemimpin yang bijaksana dan tegar dalam badai.
Ketegaran yang diperoleh beliau berasal dari Tuhan, beliau menyerahkan hidupnya
kepada Tuhan untuk dibentuk menjadi pribadi yang tahan banting (Mzm. 119:73).
Beliau juga selau bersyukur atas apa yang beliau jalani atau lalui baik itu
penderitaan maupun sukacita (1 Timotius 1:12).[41]
III.
Saran dan Kesimpulan
3.1 Kesimpulan
Dari
hasil bacaan kami menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
·
Seorang
pemimpin harus mampu menjadi pelayan dan rela berkorban demi orang banyak.
·
Dalam
penyampaian kritik, seorang pemimpin harus menyampaikannya dengan penuh cinta
dan dengan jiwa kepemimpinan.
·
Seorang
pemimpin harus mengerti dan memahami setiap individu yang bekerja bersamanya
agar tercipta kerja sama yang baik.
·
Dalam
menjalankan tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin harus mampu memprediksikan
apa yang terjadi agar dapat mengantisipasinya.
·
Seorang
pemimpin harus memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan dan menerima
kegagalan serta mampu mencari jalan keluar.
·
Seorang
pemimpin harus bisa menciptakan jiwa kepemimpinan dalam dirinya sendiri dan
terbuka terhadap orang yang bekerja dengannya serta rendah hati.
·
Seorang
pemimpin harus tegar dalam menghadapi persoalan dan berusahalah menjalin
hubungan yang baik dengan orang yang bekerja bersama melalui komunikasi yang
baik secara formal maupun pribadi.
·
Seorang
pemimpin harus berusaha merebut hati orang yang bekerja bersamanya, agar ia
didengar dan dipahami sehingga kerjasama berjalan dengan baik.
·
Pemimpin
juga harus memberi kesempatan kepada setiap individu untuk berkarya, seperti
yang dikatakan oleh Bruce Hillberg mengatakan: “rekrutlah orang yang pandai dan
dapat diandalkan, kemudian biarkan mereka melakukan apa yang menurut mereka
paling baik”.
3.2 Saran
Setelah
membaca dan mendiskusikan hal-hal di atas, kami memberikan saran :
·
Seorang
pemimpin sebaiknya bijak dan berhikmat dalam mengambil keputusan agar keputusan
itu berguna bagi semua orang.
·
Pemimpin
sebaiknya memiliki jiwa yang tegas dan displin dalam memimpin suatu organisasi.
·
Pemimpin
sebaiknya memberikan dirinya untuk dipimpin oleh Tuhan agar tindakan yang
dilakukannya sesuai dengan kehendak Tuhan.
·
Pemimpin
sebaiknya mempersiapkan dirinya secara rohani, materi dan mental dalam memimpin
sebuah organisasi.
[1]
Kouzes dan Posner, Menjawab Tantangan
Pemimpin Masa Depan, Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2006, hlm., 1-4.
[2]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
5-12.
[3]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
13-20.
[4]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
21-26.
[5]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
27-33.
[6]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
33-38.
[7]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
39-42.
[8]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
43-48.
[9]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
49-54.
[10]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
55-62.
[11]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
63-70.
[12]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
71-78.
[13]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
79-82.
[14]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
83-90.
[15]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
91-98.
[16]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
99-106.
[17]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
107-114.
[18]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
115-122.
[19]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
123-126.
[20]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
127-134.
[21]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
135-142.
[22]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
143-148.
[23]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
149-156.
[24]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
157-162.
[25]
Kouzes dan Posner, Op. Cit., hlm.
163-169.
[26]
Sugiyanto Wiryoputro, Dasar-Dasar
Manajemen Kristiani, Jakarta: Bpk-Gunung Mulia, 2008, hlm., 4.
[27]
Jahenos Saragih, Manajemen Kepemimpinan
Gereja, Jakarta: Suara Gereja Kristiani yang Esa Peduli Bangsa, 2008, hlm.,
20-21.
[28]
W.T.P, Simarmata, Pelayan yang
memperlengkapi jemaat, PGI Wilayah Sumut, Medan 2009: hlm. 104-105.
[29]
Wiryoputro, Op. Cit., hlm. 11.
[30]
John B Pasaribu, Managemet Kepedulian,
Jakarta: Yayasan JBP, 2008, hlm., 17-21.
[31]
Bambang Subandrijo, Meniti Masa Depan,
Jakarta: Bpk-Gunung Mulia, 2003, hlm., 125.
[32]
Radesman Sitanggang, Memimpin Sesuai
Amanah, Pematang Siantar: L-SAPA, 2006, hlm., 54-59.
[33]
Suharto Prodjowijono, Manajemen Gereja, BPK
Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 21.
[34]
Edgar Walz, Bagaimana Mengelola Gereja
Anda, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2004: 66-67.
[35]
Pasaribu, Op.Cit., hlm. 144-147.
[36]
J.Douma, Kelakuan Bertanggungjawab,
Jakarta: Bpk-Gunung Mulia, 2002, hlm., 99-100.
[37]
Hariono Soemarsono, Manajemen Plus,
Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2004, hlm., 27.
[38]
Brian Adams, Anda Terlahir Untuk Sukses,
Cinta Pena, Yogyakarta 2004: hlm. 7-8.
[39]
Sitanggang, Op.Cit., hlm. 84-85.
[40]
Octavianus, Manajemen dan Kepemimpinan
menurut Wahyu Allah, Malang: Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia,
2007, hlm., 117-119.
[41]
Liedner Lumbantobing, “Tegar dalam Badai” dalam Lambas Goeltom (penyunting), Hamba yang Tidak Berguna, Jakarta:
Gramedia, 2010, hlm., 222-225.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar