Kamis, 14 Juni 2012

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN GEREJA


MANAJEMEN KEPEMIMPINAN GEREJA

I.                         Isi Ringkas Buku
1.1.                  Pengertian
1.1.1.            Pengertian Manajemen dan Kepemimpinan[1].
Manajemen berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif menangani suatu urusan untuk mencapai sasaran yang diharapkan. Manajemen juga adalah ilmu dan seni dalam  perencanaan, pengorganisasian dan pengontrolan daripada benda dan tenaga manusia untuk mencapai tujuan yang ditentukan lebih dahulu.
Kepemimpinan adalah perihal memimpin yang merupakan suatu seni tata cara atau kemampuan untuk membimbing, menuntun seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain kemampuan mempengaruhi, menuntun, dan membimbing seseorang atau kelompok dan mempunyai visi dalam pribadinya sebagai landasan berpijak untuk mencapai cita-cita ataupun tujuan organisasi tersebut . Pada dasarnya Manajemen dan Kepemimpinan mempunyai persamaan yakni menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama, walaupun dalam prosesnya mempunyai perbedaan tertentu sesuai dengan konteksnya. Dalam konteks gereja, maka ilmu manajemen dan kepemimpinan sangatlah penting untuk diketahui dan dilaksanakan, agar yang diharapkan oleh gereja dapat berjalan dengan baik, demi dan untuk kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan warga jemaat.[2]

1.1.2.            Pengertian Organisasi dan Administrasi
Pengertian Organisasi juga diambil dari kata organizing yang berasal dari kata organize yang berarti menciptkan struktur dengan bagian-bagian yang dipersatukan sedemikian rupa sehingga hubungan dari antara yang satu dengan yang lainnya terikat oleh hubungan terhadap keseluruhannya. Organisasi ini juga tidak dapat dipisahkan dengan struktur dan bagan struktur sesuai dengan tujuan organisasi yang dibentuk[3].
Administrasi merupakan penggabungan dua kata dari bahasa Latin yaitu Ad dan Ministrare yang berarti melayani, mengurus, dan bertanggung jawab atas sesuatu urusan kekayaan atau harta milik berikut personilnya kepada milik dari suatu urusan tersebut. Administrasi dalam bahasa Belanda yaitu administratie yang berarti penyususnan keterangan-keterangan secara sistematis dan pencatatannya secara tertulis dengan tujuan memperoleh sesuatu intisari mengenai keterangan-keterangan itu dan hubungannya antara yang satu dengan yang lain. Mengenai Terminologi Administrasi dapat disimpulkan bahwa administrasi adalah usaha proses kerjasama antar sesama manusia dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah disepakati sebelumnya, baik di lingkungan pemerintahan, kantor, dan organisasi lainnya.
Tujuan utama dalam organisasi dan administrasi dalam gereja adalah agar persekutuan gereja dalam tri tugas hakikinya yakni beresekutu, bersaksi dan melayani menjadi teratur, tertib, hidup saling mengasihi dan melayani dan akhirnya menjadi berkat bagi dunia. 

1.1.3.            Pengertian Gereja sebagai Organisasi secara Sosiologis dan Teologis[4]
Gereja dalam arti institusi tidak terlepas dari sebuah organisasi. Karena di dalam gereja diperlukan suatu tatanan, pengaturan, penyusunan maupun tentang pengelolaan dalam segala sesuatu proses yang dilakukan oleh gereja tersebut demi tercapainya pengorganisasian yang baik sehingga gereja dapat mencapai tujuannya, sebagai mandataris Allah didunia.
Dalam Perjanjian Baru, gereja dalam bahasa Yunani yaitu “ekklesia” yang memiliki kata dasar “kaleo” yang berarti mereka dipanggil keluar. Pengertian Gereja juga berasal dari kata “igreya” yang berarti menjadi milik Tuhan, jadi yang dimaksud dengan gereja adalah persekutuan orang percaya yang telah menjadi milik Tuhan.
Namun gereja dapat juga dilihat sebagai organisasi yang ditinjau dari sosiologis karena gereja tidak akan pernah lepas dari sudut pandang social kemasyarakatan. Alasan yang mendasarinya, bahwa gereja terdiri dari sudut bagian sosial kemasyarakatan. Sehingga gereja terdiri dari beberapa anggota masyarakat yang juga bagian dari Negara dari dunia. Ada dua pandangan dalam masyarakat tentang gereja sebagai sebuah organisasi, yaitu:
a.       Pandangan yang menolak gereja sebagai organisasi. Pandangan ini didasarkan pada gereja yang merupakan suatu persekutuan orang-orang percaya kepada Kristus dan dipimpin oleh Roh, sehingga tidak perlu dicampur adukkan dengan organisasi dan dianggap berasal dari dunia.
b.      Pandangan yang menerima gereja sebagai organisasi. Pandangan ini terjadi karena gereja belumlah sempurna sehingga diperlukan peraturan dan disusun dari keterlibatan dan disiplin gidup masyarakat.
Gereja  ditinjau dari aspek Teologis, karena gereja dibangun diatas satu dasar yakni Yesus Kristus sebagai kepala gereja. Hal ini dikuatkan oleh rasul Paulus yang menandaskan bahawa kita mempunyai dua kewarganegaraan yakni kewarganegaraan dunia dan Surga.

1.2.                  Manajemen Gereja
1.2.1.            Manajemen Sumber daya Manusia Gereja[5]
Manajemen SDM adalah cabang dari ilmu manajemen yang berfokus pada proses pemberdayaan, potensi-potensi SDM yang dimiliki oleh organisasi untuk mencapai tujuannya, dengan memperhatikan kepentingan umum, pribadi sebagai upaya sinergisasi seluruh komponen organisasi dalam proses pencapaian tujuan bersama serta komunikatif dan bebas dominasi.
Ada beberapa fungsi-fungsi manajemen SDM, antara lain :
·         Perumusan peraturan, yang berfungsi memberikan peraturan SDM mengenai rencana dan tindakan kepada peraturan pemerintah
·          Hubungan perburuhan yang berfungsi untuk mengembangkan program dengan memberikan semangat tentang berbagai keluhan melalui program komunikasi.
·         Perencanaan organisasi, yang berfungsi sebagai pembentuk struktur yang tepat tentang manajemen dan tingkat-tingkat organisasi.
·         Pelatihan dan pengembangan, yang berfungsi sebagai penilai kebutuhan organisasi.
·         Administrasi pengupahan, yang berfungsi memuat administrasi pengupahan serta evaluasi kerja dan rencana pengupahan.
·         Tunjangan dan jasa karyawan, berfungsi memperhatikan kesejahteraan karyawan.
·         Fungsi perencanaan yang berfungsi sebagai sumber-sumber untuk orang dalam kebutuhan penempatan karyawan dalam organisasi.
·         Keselamatan dan kesehatan yang berfungsi dalam lingkungan kerja, aman dan sehat.
Ada juga beberapa proses manajemen SDM, yaitu  :
·         Perencanaan SDM, harus memperhitungkan secara matang kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang
·         Analisis dalam rancangan bangun pekerjaan (pelayanan), agar satuan dalam organisasi yang mengelola SDM dapat berjalan dengan semestinya serta membantu satuan-satuan kerja lainnya. Dalam rancangan bangun pekerjaan (pelayanan) ada tiga hal penting yang harus diperhatikan, yaitu : harus mencerminkan pemenuhan kebutuhan medan pelayanan, diarahkan kepada pelayanan yang produktif dan harus mampu menciptakan produktifitas dan kepuasan yang tinggi bagi yang dilayani.
·         Rekrutmen pelayan dan seleksi pegawai, tim rekrutmen harus objektis memberikan penilaian agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal, kemudian diseleksi dengan persyaratan yang ditetapkan untuk kebutuhan pelayanan yang ditetapkan.
·         Penempatan pegawai, ini tidak hanya berlaku pada pegawai yang baru tetapi juga penempatan atau mutasi pada pegawai yang lama. Jika gereja ingin maju maka tempatkanlah seseorang sesuai dengan kemampuan dalam bidangnya tanpa dipengaruhi oleh faktor apapun.
·         Pengembangan SDM, ini dapat dalam bentuk : study lanjutan, study banding, seminar, diskusi, pembinaan yang lain sesuai dengan kebutuhan.
·         Perencanaan karir, bertitik tolak dari asumsi bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan akan terus bekerja selama aktifnya sampai pensiun
·         Penilaian prestasi pelayanan, ini perlu dilakukan dan ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif. Sehingga pertimbangan oleh pimpinan dalam mengambil keputusan jabatan atas tugas selanjutnya.
·         Sistem imbalan, dalam hal ini biasanya seseorang menjadi pegawai dalam suatu lembaga untuk memenuhi kebutuhan hidup, seseorang pegawai memikul tanggung jawab untuk mengembangkan sistem imbalan kepada seluruh pegawainya.
Jadi, manajemen SDM adalah cabang dari ilmu manajemen yang berfokus pada proses pemberdayaan potensi-potensi SDM yang dimiliki oleh sebuah lembaga yang dalam hal ini adalah gereja demi menjamin tersedianya SDM pelayanan pada posisi yang tepat dem tercapainya tujuan bersama sesuai dengan kehendak Yesus Kristus.
Dalam peningkatan SDM pelayanan gereja dapat menguasai teknologi sebagai langkah awal menuju tabulasi potensi-potensi jemaat beserta kebutuhannya. Sistem pengupahan para pelayan gereja perlu ditinjau kembali dalam rangka peningkatan kesejahteraan para pelayanan.

1.2.2.            Total Quality Manajemen(TQM) Gereja[6]
TQM merupakan suatu cara atau metode yang ada dalam manajemen. TQM pada dasarnya merupakan suatu usaha yang digunakan dalam proses perbaikan guna mencapai  suatu hasil yang baik, khususnya dalam mutu atau kualitas dari suatu produk. Dalam sejarahnya TQM lahir di Amerika pada tahun delapan puluhan. Konsep manajemen ini dikalangan Angkatan Laut Amerika disebut Total Quality Leadership. Sedangkan di Jepang disebut Total Quality Control(TQC) dan di Singapore disebut Total Quality Process(TQP).Sedang di Indonesia sendiri dikenal dengan nama Pengendalian Mutu Terpadu(PMT). Prinsip dan unsur pokok  TQM dalam pelayanan gereja, yaitu :
·         Kepuasaan pelanggan, kepuasan pelanggan merupakan sasaran utama yang harus dicapai, karena dalam TQM konsep kualitas suatu produk tidak lagi tergantung kepada kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas sebuah produk itu ditentukan oleh pelanggan.
·         Respek terhadap setiap orang, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Karena itu setiap orang dalam perusahaan diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terikat dan berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.
·         Manajemen berdasarkan fakta, dalam hal ini setiap keputusan selalu didasarkan pada data bukan sekedar pada perasaan.
·         Perbaikan berkesinambungan, untuk mencapai kesuksesan tersebut perlu melakukan proses perbaikan secara sistematis dan berkesinambungan. Dalam proses ini dipakailah siklus PDCA (Plan-Do-Chek-Act) yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemeriksaan hasil dan tindakan korektif terhadap hasil yang sudah diperoleh.
Ketika sebuah organisasi atau lembaga menerapkan TQM sebagai alat atau obat yang ajaib yang cepat telah gagal. Kegagalan TQM juga terjadi ketika sebuah organisasi menerapkan TQM sama dengan manajemen lainnya. Tetapi secara umum kegagalan TQM disebabkan oleh:
·         Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior
·         Team mania
·         Proses penyebarluasan
·         Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis
·         Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis
·         Empowerment yang bersifat prematur.
Masih banyak kesalahan yang lain yang sering dilakukan berkaitan dengan program TQM dalam suatu perusahaan atau lembaga. TQM harus dilaksanakan dengan sistem koordinasi kepada anggota karena peningkatan kualitas bukan saja tanggung jawab manajer semata melainkan tanggung jawab bersama dan harus disesuaikan dengan keadaan, termasuk misalnya lembaga gereja supaya tidak mengalami banyak kesalahan dan kegagalan.

1.2.3.            Manajemen Konflik(MK) Gereja
Konflik adalah pencecokan, perselisihan, pertentangan yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku. Konflik tidak hanya terjadi di tengah-tengah lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan baik di pemerintahan maupun di Swasta tetapi juga di ingkungan masyarakat dan juga di lingkungan gereja di mana dan kapan pun kita berinteraksi dengan orang lain. Sumber timbulnya konflik menurut Yakob Tomatala desebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
·         Konflik timbul dikarenakan adanya salah pengertian dari seseorang terhadap yang lain.
·         Konflik timbul bisa juga dikarenakan salah tafsir dari seseorang terhadap yang lain
·         Konflik timbul diakibatkan karena kurang mengerti.
·         Konflik timbul karena adanya pertentangan ide.
Sedangkan menurut Sugiyanto Wiryoputro, faktor-faktor pendorong timbulnya konflik adalah :
·         Keterbatasan sumber daya yang diperlukan bersama-sama.
·         Perbedaan tujuan masing-masing bagian.
·         Keterkaitan masing-masing kegiatan.
·         Perbedaan dalam nilai dan persepsi.
·         Gaya individual.
·         Ketidak jelasan dalam organisasi.
Di bawah ini ada beberapa langkah untuk menyelesaikan konflik, antara lain :
·         Libatkan diri anda dan biarkan semua pihak yang sedang bertikai tahu bahwa anda telah melibatkan diri.
·         Bersikaplah bijaksana untuk memisahkan orang-orang yang sedang konflik dengancara yang adil.
·         Jadilah pendengar yang baik dari kedua belah pihak dalam konflik untuk mendapatkan solusi yang terbaik.
·         Jelaskan solusi kepada kedua belah pihak
Ada beberapa hal yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam menyelesaikan konflik, antaralain :
·         Seorang pemimpin dapat mengambil sikap “ diam atau mengabaikan”.hal ini dilakukan seorang pemimpin jika memang konflik ini, tidak memiliki dampak sosial.
·         Pemimpin dapat mengambil tindakan bersikap tanggung jawab dengan mengambil langkah-langkah memahami dan menjelaskan masalah secara jelas. Dalam hal ini pemimpin harus bersikap spektif, meneliti masalah lebih dalam lagi, ia juga menguraikan masalah-masalah menjadi bagian kecil sampai akhirnya menemukan bukti yang telah ada hingga mendapatkan pilihan terhadap solusi yang terbaik, sehingga dapat menjalankan keputusan dengan bijaksana.
·         Pemimpin dapat bersikap tanggap terhadap sesuatu yang sedang terjadi dan menyelesaikannya sebelum hal itu menjadi rumit.

1.3.                  Fungsi Manajerial dalam Gereja
1.3.1.            Fungsi Manajerial Pengorganisasian[7]
Sondang P. Siagian mendefenisikan organisasi merupaka persekutuan antara satu orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hierarki dimana selalu terdapat hubungan antara satu seseorang atau sekelompok yang dipimpin atau disebut bawahan. James D. Mooney menyebutkan bahwa organisasi adalah perkumpulan manusia untuk tujuan bersama. D. Roosingh menyebutkan bahwa organisasi adalah perhimpunan manusia yang bekerjasama dengan maksud melalui kerja sama itu tercapai tujuan secara individual maupun kelompok. Dapat disimpulkan bahwa organisasi mencakup beberapa unusr pokok yakni: sekelompok orang yang bekerjasama, memiliki tujuan bersama dan adanya pembagian tugas dalam satu ikatan yang hierarkhi/struktural.
Sugiyanto W berpendapat bahwa pengorganisasian adalah sebuah proses yang mengatur bagaimana pekerjaan disusun dan diakoni kepada anggota-anggota organisasi itu tercapai secara efisien. Pengorganisasian merupakan sebuah langkah multi-dimensional yaitu perincian pekerjaan, pembagian pekerjaan, pemisahan pekerjaan, koordinasi pekerjaan. Langkah-langkah proses pengorganisasian diantaranya:
·         Merinci kegiatan-kegiatan yang dilakukan organisasi guna mencapai tujuan
·         Memilih dan menetapkan personalia atau sumber daya manusia yang diperlakukan oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuan
·         Membagi kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut
·         Menetapkan tujuan pekerjaan kepada setiap organisasi
·         Mengkombinasikan kegiatan-kegiatan anggota organisasi dengan cara logis yang membungkinkan organiasai yang efektif da efisien
·         Menyiapkan mekanisme untuk mengkoordinasikan kegiatan anggota organisasi sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis, kompak dan terpadu.
·         Mengadakan tindakan penyesuaian untuk mempertahankan atau meningkatkan efektifitas dan efisiensi.
Fungsi manajerial pegorganisasian bersifat dinamis. Karena itu organisasi harus dapat memberikan segala sesuatu demi tercapainya tujuan dari organisasi itu. Dalam sebuah organisasi pengorganisasian merupakan hal yang penting. Karena dengan hal itu semua proses yang dilalui menjadi lebih hidup karena melalui pengorganisasian perencanaan dapat diimplementasikan sebagai suatau kinerja yang dinamis. Sugiyanto menyebutkan bahwa asas organisasi diantaranya: asas tujuan, the right person on the right place, pembagian kerja, pendelegasian wewenang, kerjasama, koordinasi, system, ekonomi atau efektivitas dan efisiensi, pengendalian atau control, dan asas tanggungjawab.

1.3.2.            Fungsi Manajerial Perencanaan[8]
Perencanaan merupakan hal yang sangat mendasar perlu dilakukan yang paling awal dalam manajemen. Karena itu perencanaan harus dikukan lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Perencanaan adalah proses untuk memilih sasaran organisasi, menentukan kebijaksanaan dan program-program strategi yang diperlukan dalam rangka mencapais sasaran dan menetapkan metode yang diperlukan untuk menjamin bahwa kebijaksanaan dan program strategi itu dilakukan. Perencanaan dapat memberikan dorongan kepada kelompok untuk berusaha mencapai suatu tujuan dengan penuh ketekunan dalam melakukan perencanaan yang ditetapkan. Langkah-langkah menetapkan suatau perencanaan, yaitu:
·         Menetapkan suatu sasaran atau seperengkat sasaran
·         Mendefeniskan situasi saat ini
·         Mengidentifikasikan hal-hal yang membantu dan rintngan-rintangan pada sasasran-sasaran
·         Mengembangkan suatu rencana  atau perangkat tindakan untuk mencapai sasaran
Beberapa prinsip perencanan, diantaranya:
·         Perencanaan harus didahulukan
·         Perencanaan harus mampu menerobos
·         Perencanaan harus efisien
·         Perencanaan harus mengakui adanya hal-hal yang tidak terduga
·         Azas perencanaan harus kuat
·         Perencanaan menuntut kesungguhan
·         Perencanaan senantiasa harus direvisi
·         Perencanaan dikaitkan dengan fakta
Fungsi manajemen perencanaan adalah supaya pekerjaan itu lebih teratur. Dapat diperinci bahwa manfaat ataupun fungsi manajemen perencanaan adalahl: mengarahkan pada tindakan bertujuan, menghindari kesalahan atau resiko, memungkinkan pendelegasian kekuasaan, metode yang lebih baik, memungkinkan koordinasi, ekonomis, menghemat tenaga manjemen, sebagai dasar untuk pengendalian.

1.3.3.            Fungsi Manajerial Motivasi[9]
Motivasi adalah doronga yang timbul dari diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga dapat diartikan serangkaian hal yang menyebakan manusia merasakan kebutuhan dank arena kebutuhan itu tergerak atau digerakkan untuk melakukan sesuatu.
Beberapa cara untuk melakukan motivasi diantaranya:
·         Motivasi melalui sentuhan tubuh
·         Motivasi melalui sentuhan rohani
·         Motivasi melalui prosesindividu fsikologi
·         Motivasi sukses
·         Motivasi diri
Dalam memotivasi diperlukan adanya taktik atau strategi agar motivasi tersebut dapat dijalankan. Hal yang sagat mendasar bagi seorang pemimpin adalah bagaimna pengaruhnya dalam menjual gagasan-gagasan  untuk mendapatkan penerimaan dari kebijakan-kebijakan dan rencana-rencananya dan bagaimana pula pengaruhnya dalam memotivasi orang lain agar mendukung keputusannya. Beberapa strategi yang perlu dilakukan agar motivasi yang diberikan pemimpin dapat dijalankan, diantaranya:
·         Permintaan inspirasional
·         Konsultasi
·         Permintaan pribadi
·         Taktik pertukaran

1.3.4.            Fungsi Manajerial Komunikasi[10]
Dalam hal organisasi seorang pemimpin harus mampu menjadi seorang komunikator yang baik. Manajer adalah orang yang mengatur pekerjaan atau kerjasama yang baik dengan menggunakan orang untuk mencapai sasaran, orang yang berwewenang atau bertanggungjawab, membuat rencana, mengatur, memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu. Dalam memprakarsai kegiatan komunikasi, setiap bagian dalam organisasi, manajemen dan administrasi haruslah mengetahui bagian ini, yakni: siapa, mengatakan apa, melalui sarana apa, kepada siapa, dengan efek atau pengaruh apa. Unsur-unsur yang harus diketahui dalam proses komunikasi, yaitu:
·         Komunikator (encoder)
·         Pesan (message)
·         Komunikan (communicant)
·         Efek (effect)
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi adalah bertindak sebagai encoder yang memberikan data (code) kepada komunikan (decoder) sehingga pesan yang disampaikan dapat memberikan pengaruh (effect).
1.3.5.            Fungsi Manajerial Kreatifitas[11]
Kreatifitas berarti kemampuan untuk mencipta, daya cipta, atau perihal berkreasi. Kata ini berasal dari kata kreatif artinya daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan. Jadi manajerial kreatifitas adalah orang yang memiliki kemampuan, kecakapan, atau keahlian tertentu untuk menciptakan atau berkreasi secara efektif. Fungsi manajaerial kreatifitas diantaranya:
·         Meneledani integritas dengan setiap orang yang berhubungan dengan pemimpin
·         Menghargai orang lain
·         Memperlihatkan kepercayaan kepada orang lain supaya mereka percaya kepada diri sendiri.
·         Mampu mendengarkan pendapat orang lain supaya pemimpin dapat membina hubungan yang baik dengan bawahan.
·         Pemimpin harus mampu memahami orang lain.
·         Pemimpin harus mengenal bawahannya.
·         Memperlengkapi anggota supaya anggota mampu memahami sipa diri mereka.
·         Adanya sistem pengkaderan terhadap pemimpin yang akan datang.

1.3.6.            Fungsi Manajerial Kontroling[12]
Dalam ilmu manajemen masalah mengontrol  merupakan hal yang lebih diutamakan, karena sejauh manapun baiknya perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, tetapi tanpa adanya kontroling, atau pengawasan maka organisasi itu tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kontrol berarti memeriksa, memerintah atau mengawasi. Mengontrol dapat diartikan sebagai pengendalian. Pengendalian merupakan suatu proses menetapkan pekerjaan yang sudak dilaksanakan, menilainya dan mengawasinya. Beberapa hal yang dilakukan dalam melakukan tindakan pengendalian atau kontroling, yaitu:
·         Melaporkan hasil kerja atau kegiatan
·         Menilai laporan; menetapkan standar untuk penilaian, membandingkan antara hasil kerja dengan standar yang telah ditetapkan.
·         Melakukan tindakan perbaikan bila dipandang perlu.
Fungsi manajerial kontroling adalah mengaharapkan agar seluruh kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dalam kebijaksanaan dan prosedur.

1.4.                  Kepemimpinan Gereja
1.4.1.            Jenis-Jenis Kepemimpinan[13]
Ada empat jenis kepemimpinan, antaralain :
·               Kharismatik: kepemimpinan kharismatik adalah suatu bentuk kepemimpinan yang dianggap memiliki kekuatan gaib ataupun mistis, sehingga para pengikutnya sangat percaya kepada pemimpinnya tersebut. Pemimpin karismatik menggunakan gaya yang dikatatorial bahkan juga menggunakan paternalistic sebagai gaya kepemimpinannya.
·               Otokratik : kepemimpinan otoriter adalah jenis kepemimpinan berdasarkan kekuasaan mutlak dengan kata lain ia mengarahkan segala sesuatunya sesuai dengan kehendaknya. Tipe kepemimpinan seperti ini beranggapan bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi pemimpin.
·               Paternalistik : kepemimpinan ini ditandai oleh suatu sikap pemimpin yang bersikap seperti seorang bapa yaitu sebagai pendidik, pengasuh, pembimbing, dan penasihat dengan memperhatikan kesenangan dan kesejahteraan yang dipimpinnya. Kepemimpinan ini banyak digunakan dalam masyarakat tradisional.
·               Demokratis: Kepemimpinan ini ditandai oleh adanya partisipasi kelompok dalam penentuan tujuan dan pemanduan pemikiran untuk menentukan atau memutuskan cara-cara terbaik dalam melaksanakan pekerjaan.
Selain itu ada jenis-jenis kepemimpinan yang ditinjau dari aspek psikologi, antaralain:
·         Kepemimpinan yang bertahan atau serba terima : dimana pemimpin merasa sumber kebaikkan itu berasal dari luar, sehingga untuk mendapatkannya maka ia hanya bisa menerima.
·         Kepemimpinan yang serba menimbul : Pemimpinan yang seperti ini tidak mempercayakan hal-hal dari luar sehingga ia lebih suka mengasingkan diri terhadap perubahan.
·         Kepemimpinan yang bersifat menyerang atau menghisap : Pemimpin yang seperti ini merasa bahwa kebaikan yang berasal di luar harus direbut dari orang lain dengan cara apapun demi kepentingan pribadinya.
·         Kepemimpinan Marketing : Pemimpin yang seperti ini, memperlakukan dirinya sebagai barang dagangan, sehingga ia harus menyesuaikan diri dengan perkembangan dan selera masyarakat.
·         Kepemimpinan primitive : Pemimpin yang seperti ini harus dapat mendayagunakan kekuatan dan tenaganya untuk merealisasikan harapannya.
Namun dalam kespesifikannya terdapat jenis kepemimpinan menurut Kristiani. Kepemimpinan Kristiani merupakan panggilan dan harus bersikap sebagai pelayan atau hamba dan bukan merupakan sesuatu jabatan atau kekuasaan yang harus diperjuangkan atau diperebutkan seperti jabatan politis.
Untuk memahami kepemimpinan Kristiani, maka seorang pemimpin harus terlebih dahulu mengetahui akan hakikat kepemimpinannya, dengan beberapa cara, antaralain:
1.      Menyadari bahwa Tuhan telah memanggil seorang untuk menjadi pemimpin.
2.      Pemimpin perlu memiliki dan menerapkan model kepemimpinan yang integrative Alkitabiah. Selain itu juga menggunakan kepemimpinan model organisasi “tubuh Kristus” dan pendekatan konstektual sebagai upaya untuk mengaktualisasikan kepemimpinan Kristen dalam konteks dimanapun.
3.      Pemimpin Kristen harus mampu memimpin dengan pola kasih, memimpin dengan hati, serta bertindak dengan penuh hikmat.
Selain itu, sebagai pemimpin Kristen kita juga harus mengembangkan dan memenejemeni kharisma-kharisma yang ada dalam diri kita, baik dalam perkatan, maupun dengan pengetahuan. Dan talenta itu disatupadukan dalam ikatan Roh dan damai sejahtera menjadi kekuatan pemimpin yang sangat luar biasa. 

1.4.2.            Aspek-Aspek Kepemimpinan[14]
Dalam hal ini ada beberapa aspek dari kepemimpinan, yakni:
·         Visi: kemampuan untuk melihat kepada inti persoalan, pandanngan luas. Visi beradal dari bahasa Latin “ vidare” yang berarti penglihatan. Dengan kata lain, visi dapat diartikan sebagimotor penggerak dari aspek lainnya, sebab tanpa visi tidak akan mampu mamimpin ataupun melakukan tugas kepemimpinannya.
·         Integritas: kebulatan, keutuhan kejujuran. Jadi, Integritas adalah sikap yang muncul dalam diri seseorang yang muncul dari dalam diri orang tersebut. Integritas merupakan bagian positip dalam  hidup dan aspek ini dapat berkembang dalam diri manusia. Ciri utama dari pemimpin yang berintegrasi adalah memiliki karakter Kristus.
·         Pengaruh : Pengaruh itu hanya dapat diberikan dan dilakukan dengan pelayanan. Untuk mempengaruhi orang lain yang paling dibutuhkan adalah “hati”. Hati yang digerakkan secara tulus ikhlas tanpa ada syarat dan prasyarat yang lain.
·         Multiplikasi : Puncak keberhasilan seorang pemimpin adalah apabila  pemimpin tersebut sudah dapat melahirkan pemimpin-pemimpin berikutnya.
·         Kreatifitas : Seorang pemimpin harus memiliki kreatifitas yang tinggi  dengan tujuan untuk menciptakan hasil yang lebih maksimal dari sesuatu yang sudah direncanakan. Seorang pemimpin yang kreatif mampu menciptakan suasana yang harmonis, dinamis, dan produktif.
·         Doa : Doa adalah senjata terampuh dan sekaligus tembok pertahanan yang kuat  dari seseorang  pemimpin.

1.4.3.            Efektifitas dan Efisiensi Kepemimpinan[15]
Efektif berarti ada efeknya, manjur atau mujarab, dapat membawa hasil, berhasil guna. Keefektifan berarti keadaan berpengaruh, hal berkesan, kemanjuran, keberhasilan. Jadi efektifitas berhubungan dengan kualitas. Pemimpin yang efektif dapat dilihat dari lima sisi penting, antara lain :
·         Kebiasaan : Pemimpin harus mengembangkan sikap untuk mewujudkan kebiasaan-kebiasaan yang baik berhubungan dengan kepribadian dan pekerjaannya. Pemimpin harus senantiasa berada di tempat kerja, keberadaan dan disiplin diri, seorang pemimpin untuk selalu berada di tempat kerja pada waktu kerja akan mempengaruhi bawahannya.
·         Penampilan : Penampilan pemimpin akan menentukan pengaruh yang besar terhadap bawahan. Seorang pemimpin harus senantiasa tampil penuh semangat dan optimis.
·         Sikap : Sikap khusus merupakan ketrampilan sistematis, komunikatif dan terbuka bawahan.
·         Kaderisasi : Pemimpin yang efektif akan selalu memikirkan dan berurusan dengan pemimpin yang baru untuk kelangsungan kerja. Pengkaderan begitu penting untuk peningkatan mutu secara intensitas serta kontinuitas kerja.
·         Perilaku : Pemimpin yang efektif memiliki perilaku kepemimpinan dalam bekerja. Perilaku kepemimpinan ini berkaitan dengan bidang-bidang berikut: a. Pemimpin harus menetapkan, mengkomunikasikan dan menjaga tujuan sehingga tetap jelas bagi diri sendiri dan para bawahan.
b. Pemimpin harus membuat keputusan menjelaskan dan mementingkan efektifitasnya
c. Pemimpin harus terus secara konsisten mengangkat, mengendalikan, dan mengembangkan SDM demi menopang kualitas dan kuantitas produktivitas.
d. Pemimpin harus tetap memelihara standard kerja prima bagi diri dan semua bawahannya.
e. Pemimpin harus mampu mengantisipasi dan mengatasi perubahan.

1.4.4.            Hakikat Kepemimpinan[16]
Hakikat kepemimpinan merupakan fenomena sosial yang selalu hadir dalam segala interaksi social dan juga merupakan pengalaman semua orang yang telah dimulai sejak manusia. Hakikat berarti inti sari atau dasar, kenyataan yang sebenarnya atau sesungguhnya. Dalam Perjanjian Lama istilah pemimpin berasal dari kata bahasa Ibrani yakni nagid yang berarti menceritakan, menyampaikan bagian dan pergi ke luar, memimpin dan membawa. Ada juga kata halak artinya menjadi ke luar, memimpin dan membawa. Dalam PB kata pemimpin berasal dari kata bahasa Yunani hodegos yang artinya memimpin, penuntun, dan pembimbing. Dalam bentuk kata kerja dipakai kata hodegain yang artinya memimpin, menuntun dan membimbing. Jadi, pemimpin dalam PB dapat dimengerti sebagai seorang yang menunjukkan jalan terutama berjalan di depan, menuntun, membimbing, mengambil langkah awal, serta mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dengan pemikiran dan tindakan. Dengan kata lain kepemimpinan adalah bagaimana cara mempengaruhi, memberdayakan dan menggerakkan yang dipimpin untuk mengetahui, memahami, menyikapi dan memiliki visi dan misi bersama sehingga seluruh jajaran digerakkan untuk ikut memberikan yang terbaik bagi terwujudnya visi dan misi bersama sehingga mencapai tujuan yang disepakati bersama.

1.4.5.      Kuasa Kepemimpinan[17]
Kuasa kepemimpinan juga dapat dilihat dari beberapa sisi, yakni: kuasa dari segi social dan sebagai petonsi pertukaran sosial, kuasa yang personal dan posisional, serta kuasa dalam situasi yang berbeda.
·         Kuasa dari segi social dan sebagai potensi pertukaran social : Menurut Bass, kuasa social dapat dibagi dalam  dua bagian yakni: kekuasaan sebagai potensi kekuatan social dan sebagai potensi pertukaran dalam proses social.
·         Kuasa personal dan posisional: kuasa ini adalah kuasa yang datang dari pribadi seseorang berdasarkan posisi tugasnya, yang memberikan kepada orang lain.
Kuasa dalam situasi yang berbeda : Struktur masyarakat, status social dan organisasi formil menjadi situasi yang harus dihadapi oleh seorang pemimpin untuk menerapkan kuasanya.
Inti kepemimpinan yang efektif adalah pengaruhnya terhadap bawahan. Jika bawahan penuh komitmen, mereka bergairah melaksanakan permintaan pemimpin dan akan berusaha semaksimal mungkin. Bawahan dengan komitmen akan menerima saran dari pemimpin dan mengeluarkan usaha yang maksimum untuk mencapainya. Dalam konteks gereja,sebagai lembaga keagamaan yang di dalamnya tradisi Kriten yang hierarkis dengan implikasinya terhadap kepemimpinan, seperti yang telah ditawarkan oleh Paulus kepada jemaat di Galatia: “ karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada lagi orang Yahudi dan orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus”(Gal 3: 27-28),bahwa kita harus memasuki hidup yang tidak mengenal perbedaan kelas maupun status. Senada dengan hal di atas dalam peranan sebagai pemimpin umat mendukung dan menuntun berbagai pelayanan.
Manajer atau pemimpin yang efektif adalah mereka yang mengerti kekuasaan serta penggunaannya, dapat membawakan dan menghindari pertentangan dalam organisasi. Makna kekuasaan pemimpin mampu menunjukkan dimensi-dimensi kekuasaan personal yakni keterampilan organisasional yang diperlukan, maupun ketegasan personal yang diperlukan mengilhami keterlibatan dan komitmen ketika mereka mengusahakan keseimbangan antara ketegasan personal dan gaya kepemimpinan. Dengan penggunaan yang benar, kekuasaan dapat merupakan tombol untuk menyalakan performa terbaik bagi bawahan,tetapi jika disalah-gunakan kekuasaan dapat menghancurkan.
Realitas kehidupan sebagian kepemimpinan gereja pada masa ini hendaknya mengarah kepada fungsi pelayanan bukan berdasarkan kuasa, jabatan, yang dimiliki ataupun yang dipentingkan. Keutuhan dan eksistensi gereja sangat tergantung kepada ketaatan para pemimpin gereja menghandalkan kuasa Tuhan, bukan mengandalkan kuasa dan ketaatan dirinya. Pemimpin yang tampil sebagai pelayan dan gembala akan membawa gereja sadar kembali akan pimpinan dan tuntunan Roh Kudus yang mempersatukan dan mempersekutukan.

II.                      Tanggapan
2.1.                  Total Quality Manajemen (TQM )Gereja[18]
Program untuk perbaikan mutu, yaitu:
·         Memahami pelanggan, dimana pelayan harus hidup untuk melayani kebutuhan SDM jemaat. Dalam hal ini pelayan gereja harus mampu memperbaiki mutu bisnis untuk memenuhi SDM.Untuk dapat memperbaiki mutu maka penting sekali dilakukan cara untuk memahami jemaat dan mengidentifikasi proses kerja di dalam pelayanan untuk memenuhi kebutuhan SDM.
·         Perencanaan untuk perbaikan mutu yang bertujuan untuk memastikan tanggung jawab manajemen senior aktif terhadap perbaikan mutu yang berkesinambungan, menentukan cara-cara penerapan mutu dalam gereja, mengembangkan sebuah rencana untuk penerapan perbaikan mutu.
·         Memahami biaya mutu, dimana biaya-biaya yang tidak sesuai timbul karena hal-hal yang berjalan salah. Oleh karena itu penting sekali bahwa program perbaikan mutu mengidentifikasi besarnya biaya-biaya mutu dan dimana biaya-biaya itu timbul.
·         Kesadaran mutu, yaitu sebuah program perbaikan mutu harus mengandalkan komitmen SDM. Setiap orang harus dididik untuk menjamin bahwa mereka memahami peran mereka, dan dapat memberikan sumbangan pada perbaikan mutu. SDM juga perlu memperoleh informasi kemajuan yang telah dicapai.
·         Pengukuran kerja bertujuan untuk memusatkan perhatian pada kinerja dalam perbaikan jika perbaikan kinerja itu dalam proses yang dapat diukur. Tujuannya dapat ditempatkan sebagai sasaran dan perbaikan-perbaikan.
·         Pencegahan, tindakan ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap masalah dapat dicegah melalui perbaikan mutu yang ditandai dan ditindaklanjuti dengan pembetulan yang diterapkan untuk menghapuskan kesalahan-kesalahan yang ada. Sebuah sistem perlu dilakukan untuk mencapai hal ini dengan dasar agar dapat terus berjalan.
2.2.            Kepemimpinan dalam Gereja dan Alkitab
·               Dasar teologis kepemimpinan Kristen selalu dihubungkan dengan     pemanggilan dan pemilihan Allah. Bahkan dalam seluruh Alkitab sebagian besar perjumpaan ilahi (divine encounters) selalu dihubungkan secara langsung dengan panggilan Allah. Pemanggilan dan pemilihan terhadap manusia itu merupakan panggilan untuk melayani Allah dan umatNya. Di samping itu kepemimpinan gerejawi seringkali mengambil kepemimpinan Yesus sebagai model kepemimpinan yang ideal. Yesus menyebut diriNya sebagai gembala yang baik (Yoh.10:10). Ia juga menerapkan kepemimpinan seorang hamba (Servant Leader) yang tetntunya bertentangan dengan model kepemimpinan duniawi yang bersifat tangan besi.
·               Dalam kepemimpinan gerejawi, setiap pemimpin gereja harus     menjalankan kepemimpinannya sebagai ketaatan kepada Allah yang nampak dalam perkataan dan perbuatannya. Bagi setiap pemimpin Kristen , panggilan Allah telah menjadi semacam pokok pewahyuan yang menjadi pondasi dari pelayanan mereka. Dengan demikian kepemimpinan Kristen bukan merupakan suatu kepentingan pribadi melainkan untuk memimpin orang lain kepada pengenalan akan Allah dalam Yesus Kristus, sekaligus memuliakan namaNya.
·               Kepemimpinan itu semua harus berdasarkan kepada Yesus Kristus yang diukur dari sudut kualitas moral pelayanan kepada Firman Allah. Sebagaimana Gembala yang setia menggembalai domba-dombanya, demikianlah hendaknya Pemimpin kristiani mampu menjadi pemimpin yang melayani, dengan mempertaruhkan hidupnya demi keselamatan yang dipimpinnya (Bd. Mat. 18:12; Luk. 15:4).
·               Kepemimpinan dalam Perjanjian Baru bukan bersifat otoriter, secara sangat sederhana dapat dikatakan, kepemimpinan Kristen bukanlah control otoriter atas pikiran dan tingkah laku orang lain[19].
·               Pemimpin haruslah berbicara secara berwibawa, seperti Paulus yang bersaksi dihadapan Kaisar, bahwa Kapal yang hancur dan karam sekalipun bukan pengahalang bagi dia karena ia memegang janji keselamatan dari TUHAN, oleh karena itu Paulus berani bicara dengan sangat berani dan mantap. Kepercayaan yang teguh ini tidak sekedar didorong oleh rasa percaya diri melainkan oleh kepastian bahwa Allah sungguh-sungguh melakukan apa yang diucapkannya.[20]
·               Pemimpin juga berfungsi  sebagai Imamat yang bersifat pelayanan kependetaan. Luther menyebutkan 8 tugas yang eksplisit di dalam “Concerning the Ministry”, 1523. Ia menunjukkan, fungsi-fungsi dari seorang Imam adalah sebagai berikut: mengajar, berkhotbah, membaptis, menguduskan atau menyelenggarakan ekaristi, mengikatkan dan melepaskan dosa-dosa, berdoa bagi orang lain, mempersembahkan korban, dan menilai semua ajaran dan roh.[21]


2.3.            Peran dan Tanggung Jawab Pemimpin Gereja[22]
·               Pemimpin sebagai administrator, dalam hal ini administrator harus menyadari banyaknya jumlah waktu yang akan digunakan dalam segi-segi yang lebih kelihatan duniawi. Pemimpin harus menyediakan waktunya untuk berbicara dengan orang-orang tentang masalah yang bagi mereka penting. Ia harus mempunyai waktu untuk berpikir. Pentingnya inisiatif dan gagasan merupakan dasar untuk menghasilkan administrasi yang kreatif, maka administrator harus mempunyai waktu untuk memproduksi jumlah.
·               Pemimpin sebagai Organisator, dimana administrasi bergantung pada organisasi yang efektif. Salah satu tugas dari kepemimpinan itu adalah mengatur atau mengorganisasi tugas-tugas administrative, seprti mengangkat pegawai, mengawasi dan mendelegasi. Oleh karena itu, aspek-aspek dari perkerjaan ini akan lebih mudah dan membentuk administrasi akan menjadi positif.
·               Pemimpin sebagai pembuat keputusan, yakni: karena tanggung jawab pelaksanaan akahirnya keputusan terletak pada yang memimpin itu sendiri yang mengahasilkan pelaksanaan dan harus diberikan kepada orang-orang yang memikul tanggung jawab. Tentu saja pemimpin mendelegasikan otoritasnya untuk  membuat keputusan, dan ada bagian proses pendelegasian. Pembuatan keputusan berada hampir dalam setiap bidang kepemimpinan, namun secara sadar/tidak sadar tugas itu ditakuti orang-orang yang mempunyai kedudukan bertanggung jawab dalam program pendidikan gereja.
·               Pemimpin sebagai fasilitator, pemimpin harus mempunya jaringan yang dapat mengembangkan sumber daya manusia dengan fasilitas yang memadai. Jika ini tidak terpenuhi maka orang-orang yang dipimpim akan mengalami ketinggalan dengan apa yang sedang mereka hadapi.  

III.                   Kesimpulan dan Saran
3.1.                  Kesimpulan
v        Kepemimpinan adalah perihal memimpin yang merupakan suatu seni tata cara atau kemampuan untuk membimbing, menuntun seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain kemampuan mempengaruhi, menuntun, dan membimbing seseorang atau kelompok dan mempunyai visi dalam pribadinya sebagai landasan berpijak untuk mencapai cita-cita ataupun tujuan organisasi tersebut . Pada dasarnya Manajemen dan Kepemimpinan mempunyai persamaan yakni menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama, walaupun dalam prosesnya mempunyai perbedaan tertentu sesuai dengan konteksnya. Dalam konteks gereja, maka ilmu manajemen dan kepemimpinan sangatlah penting untuk diketahui dan dilaksanakan, agar yang diharapkan oleh gereja dapat berjalan dengan baik, demi dan untuk kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan warga jemaat.
v        Namun dalam kespesifikannya terdapat jenis kepemimpinan menurut Kristiani. Kepemimpinan Kristiani merupakan panggilan dan harus bersikap sebagai pelayan atau hamba dan bukan merupakan sesuatu jabatan atau kekuasaan yang harus diperjuangkan atau diperebutkan seperti jabatan politis.
v        Untuk memahami kepemimpinan Kristiani, maka seorang pemimpin harus terlebih dahulu mengetahui akan hakikat kepemimpinannya, dengan beberapa cara, antara lain:
a.    Menyadari bahwa Tuhan telah memanggil seorang untuk menjadi pemimpin.
b.   Pemimpin perlu memiliki dan menerapkan model kepemimpinan yang integrative Alkitabiah. Selain itu juga menggunakan kepemimpinan model organisasi “tubuh Kristus” dan pendekatan konstektual sebagai upaya untuk mengaktualisasikan kepemimpinan Kristen dalam konteks dimanapun.
c.    Pemimpin Kristen harus mampu memimpin dengan pola kasih, memimpin dengan hati, serta bertindak dengan penuh hikmat. 

3.2.                  Saran
v           Kelebihan
Dalam buku ini, ada beberapa kelebihan yang ditemukan, dan berguna bagi siapa saja yang kelak menjadi seorang pemimpin yang sejati. Diantaranya adalah :
a.             Dalam tulisan dibuku ini, hal yang sangat bagus di dapat yakni bagaimana kita menjadi pemimpin yang bermanajemen dimasa depan.
b.            Dalam berbagai tujuan dibuku ini diberikan cara mengatasi solusi dalam menyelesaikan masalah.
v                       Kekurangan
Manusia adalah makhluk yang tidak luput dari kekurangan, hanya Allah sajalah yang Maha Sempurna. Dalam buku karangan Jahenos Saragih, kami menemukan kekurangan-kekurangan yang tidak terlalu dipaparkan dalam buku ini, berikut kekurangannya:
a.             Buku ini tidak membahas lebih dalam bagaimana pemimpin menemukan karakter kepemimpinan yang sejati dari dalam dirinya.
b.            Buku ini juga tidak memberikan contoh, tokoh-tokoh mana di dalam Alkitab yang layak diteladani jiwa kepemimpinannya.
                       








[1] Jahenos Saragih, Manajemen Kepemimpinan Gereja, Jakarta: Suara GKYE Peduli Bangsa, 2008, hlm.5-7
[2] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 7-8.
[3] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 9-11.
[4] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 12-14.
[5] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 19-31.
[6]Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 31-35.
[7] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 57-61.
[8] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 67-73.
[9] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 77-84.
[10] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 88-90.
[11] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 97-101.
[12] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 105-107.
[13] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm.117-127.
[14] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 127-133.
[15] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 134-144.
[16] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm.145-154.
[17] Ibid.: Jahenos Saragih, hlm. 155-161
[18] Lesley Munro Faure & Malcolm Munro Faure, Implementing Total Quality Management (Menerapkan Manajemen Mutu Terpadu), Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2002, hlm. 114-136
[19]  Kenneth O. Gangel, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen, Malang: Gandum Mas, 2001, hlm. 90-91.
[20] John Mac Arthur, Kitab Kepemimpinan; 26 Karakter Pemimpin Sejati, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2011, hlm. 40-41.
[21] Andar Ismail, Awam & Pendeta; Mitra Membina Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, hlm. 5.
[22] Ibid : Membina Pemimpin Pendidikan Kristen,hlm. 141-175.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar